Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Rabu, 22 Jan 2025, 14:05 WIB

Zakiul Celios: HGB Hanya Terbit di Atas Tanah Bukan di Laut

Direktur Hukum Celios, Mhd Zakiul Fikri menegaskan, UU Pokok Agraria 1960 tegas melarang kepemilikan individual perorangan ataupun badan hukum atas objek sumber daya air, termasuk pantai dan laut teritorial, karena menyangkut hidup orang banyak

Foto: istimewa

JAKARTA-Direktur Hukum Center of Economic and Law Studies (Celios), Mhd Zakiul Fikri menyoroti terbitnya hak guna bangunan (HGB) di atas laut Tangerang Itu terkuat setelah peristiwa pagar laut di utara pantai Tangerang.

Sukar dibayangkan kata Zakiul, sekitar 30-an kilometer panjang pagar laut terbangun, tidak ada satupun pemerintah pusat maupun daerah yang menyatakan mengetahui keberadaannya di awal-awal berita ini beredar. Padahal, seiring berjalan waktu didapat fakta bahwa di atas laut yang dipagari itu telah terbit hak atas tanah berupa HGB.

"Artinya, setidak-setidaknya BPN (Badan Pertanahan Nasional) tahu lah ini siapa yang punya pagar laut, orang itu sertifikat mereka yang terbitkan. Terbitnya HGB di atas air laut juga berpotensi membuka tabir baru perihal praktik mafia tanah dan kelautan,"tegas Fikri yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia itu pada Koran Jakarta, Rabu (22/1).

Sebab, setiap pemanfaatan atas ruang laut pada dasarnya harus memperoleh perizinan yang dikenal dengan PKKPRL

(Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) dari instansi KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) terlebih dahulu. Jadi, lucu, ketika KKP klaim tidak tahu menahu soal pagar tersebut.

Tetapi, pertanyaan lanjutannya ujar dia, boleh atau tidak HGB terbit di atas air laut? "Jawabannya ga boleh dong. HGB hanya terbit di atas tanah negara atau tanah hak, namanya hak atas tanah, bukan hak atas air,"tegasnya

Selain itu, UUPA (UU Pokok Agraria) 1960 tegas melarang kepemilikan individual perorangan ataupun badan hukum atas objek sumber daya air, termasuk pantai dan laut teritorial, karena menyangkut hidup orang banyak. Ini ditemukan dalam ketentuan Pasal 8 UU No. 5 Tahun 1960 misalnya.

"Jadi, harusnya laut teritorial itu merupakan kuasa langsung negara yang tidak boleh dimiliki siapapun,"ungkap Fikri. Pemanfaatannya pun harus memerhatikan kepentingan umum dan daya dukung ekosistem lingkungan sekitarnya, diatur misalnya dalam Pasal 15 PP 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.

Pemerintah Indonesia, terutama Presiden, harus tegas mencabut semua bentuk bangunan dan sertifikat tanah yang diperoleh secara melanggar hukum. Jangan sampai umur pemerintahan yang masih sangat muda di periode Presiden sekarang tercoreng oleh praktek-praktek demikian.

 Peraturan Menteri ATR/BPN No 17 tahun 2016 sebagai peraturan pelaksana dari UU No 27 Tahun 2007 dan perubahannya UU No 1 Tahun 2014 tidak pernah menyebut bahwa hak atas tanah, seperti HGB, dapat diterbitkan diatas air laut. "Jadi, dari aspek regulasi mana saja, tidak ditemukan dalil yang dapat membenarkan terbitnya HGB di atas perairan laut utara tangerang tersebut,"ungkapnya.

Ratusan HGB

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengatakan, kawasan pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten, memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). Perusahaan pemegang sertifikat HGB itu tercatat milik pengusaha kelas kakap di Indonesia.

Nusron menyebut total sertifikat hak guna bangunan mencapai 263 bidang. Ratusan sertifikat tersebut terbagi atas nama beberapa perusahaan. "Jika ditemukan cacat material, cacat prosedural, atau cacat hukum, sesuai dengan PP (Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021), maka sertifikat tersebut dapat dibatalkan tanpa harus melalui proses pengadilan, selama usianya belum mencapai lima tahun,"tegas Nusron.

Adapun KKP dan TNI Angkatan Laut (AL) mulai membongkar pagar laut itu, Rabu (22/1). Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Doni Ismanto Darwin, mengatakan, proses ini akan berlangsung secara bertahap. Pembongkaran ini melibatkan sejumlah instansi maritim, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Bakamla, Polairud Polri, KPLP, Pemprov Banten, dan masyarakat nelayan.

 “Pembongkaran diperkirakan memakan waktu hingga 10 hari ke depan. Hari ini, kami targetkan untuk membongkar sepanjang 7 kilometer,” ujar Doni.

Redaktur: Lili Lestari

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.