Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Pemulihan Ekonomi | Momentum Ramadhan 2022 Terganggu dengan Gejolak Harga Pangan

Waspadai Risiko Pelemahan Daya Beli

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Ramadan diyakini menjadi momentum untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi dalam negeri, namun di sisi lain, daya beli masyarakat saat ini dibayangi lonjakan harga pangan dan kenaikan PPN yang dikhawatirkan makin membebani mereka.

JAKARTA - Pemerintah harus dapat mengoptimalkan bulan Ramadan untuk menjadi momentum pemulihan ekonomi seiring meningkatnya aktivitas masyarakat. Sayangnya, potensi peningkatan konsumsi pada Ramadan dibayangi kenaikan pajak penjualan atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai April mendatang.

"Berkah Ramadan dapat menjadi pendorong pemulihan ekonomi karena di bulan ini umat Islam meningkatkan amal ibadahnya termasuk ibadah yang berdampak sosial dan ekonomi," kata Ekonom dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Hidayatullah Muttaqin, di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Minggu (27/3).

Baca Juga :
Gelar Operasi Pasar

Menurut dia, adanya kegiatan berbuka dan sahur, shadaqah dan zakat pada Ramadan akan menaikkan konsumsi masyarakat dalam perekonomian. Dia menyebut naiknya belanja masyarakat selama Ramadan pada triwulan II-2021 turut mengangkat pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga dalam produk domestik bruto Indonesia.

Jika pada triwluan II-2019 pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga year on year (yoy) sebesar 5,18 persen, triwulan II-2020 terkontraksi -5,52 persen, triwulan I-2021 sebesar -2,21 persen, pada triwulan II-2021 sebesar 5,96 persen.

Potensi pada Ramadan tahun ini untuk mendorong pemulihan ekonomi menjadi semakin besar karena situasi pandemi di gelombang ketiga Omicron mulai terkendali. Hal ini juga sangat terbantu dengan adanya program vaksinasi untuk memperkuat kekebalan individu dan membangun kekebalan komunitas.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top