Waspada Terorisme di Medsos, ‘Echo Chamber’ Memperparah Penyebaran Radikalisme
Ilustrasi media sosial.
Para perekrut dari kelompok teror melakukan kegiatan cuci otak di berbagai platform media sosial agar bersedia melakukan aksi teror sesuai arahan kelompok. Dari situlah, mereka juga mempelajari strategi serangan serta cara merakit senjata dan bom.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana media sosial, sebagai rujukan utama bagi banyak orang dalam mengikuti perkembangan dunia, ternyata dapat menjadi ruang yang "ampuh" untuk menyebarluaskan radikalisme. Hal ini karena adanya konsep echo chamber atau ruang gema yang, alih-alih dapat memberikan pandangan alternatif bagi individu, justru dapat membuat individu "terjebak" dalam pemahaman tertentu.
Cara kerja 'echo chamber'
Menurut laporan We Are Social, di awal tahun 2024, terdapat lima miliar orang di seluruh dunia yang menggunakan media sosial. Sebanyak 61% di antaranya menggunakan media sosial untuk mencari berita dan informasi. Platform media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram menyediakan akses cepat dan mudah ke berita terkini. Kenyamanan ini didukung dengan kemampuan untuk mengikuti berbagai sumber informasi secara real-time.
Saat individu telah mengandalkan media sosial tertentu dalam mencari informasi, seringkali individu tersebut berada dalam situasi terpapar informasi, gagasan, atau opini yang cenderung memperkuat pandangan mereka sendiri. Kondisi ini kerap disebut sebagai echo chamber atau ruang gema dan sering terjadi di media sosial atau dalam komunitas online yang bersifat eksklusif dan tertutup.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : -
Komentar
()Muat lainnya