
Warga Unjuk Rasa Jelang Putusan Pemakzulan
Yoon Suk-yeol
Foto: AFP/KIM MIN-HEESEOUL – Kerumunan warga Korea Selatan (Korsel) memadati pusat kota Seoul dalam salah satu protes terbesar sejak Presiden Yoon Suk-yeol dimakzulkan karena penerapan darurat militer, sementara para hakim memasuki tahap akhir musyawarah untuk memutuskan apakah akan mengukuhkan pemecatannya atau mengembalikannya ke jabatan semula.
Para pengunjuk rasa turun ke jalan pada Sabtu (1/3) dengan membawa payung, bendera nasional, dan spanduk, beberapa menyatakan dukungan dan yang lainnya mengkritik presiden yang diskors.
Rekaman televisi langsung menunjukkan pendukung Yoon memadati satu bagian kawasan Gwanghwamun yang merupakan kantor pusat pemerintahan. Sementara para demonstran yang menuntut pencopotannya menduduki jalan raya terdekat.
- Baca Juga: Elon Musk Dukung Wacana AS Tinggalkan PBB dan NATO
- Baca Juga: Tiongkok Kerahkan Pesawat Bomber ke LTS
Polisi sebelumnya memperkirakan jumlah massa di ibu kota sekitar 350.000 orang.
Korsel telah terpecah selama berbulan-bulan akibat pemberlakuan darurat militer yang tak terduga oleh Presiden Yoon, yang mengguncang pasar keuangan, menghancurkan kepercayaan ekonomi, dan mengganggu diplomasi tingkat tinggi.
Unjuk rasa telah berlangsung di Seoul hampir setiap akhir pekan baik untuk atau menentangnya sejak Mahkamah Konstitusi mulai memeriksa usulan parlemen yang memakzulkannya pada Desember lalu.
Yoon, 64 tahun, membantah melakukan kesalahan dalam 11 sidang yang berakhir pekan lalu, membela tindakannya sebagai upaya putus asa untuk menghadapi simpatisan Korea Utara (Korut) yang mencoba melumpuhkan pemerintahannya.
Ia berpendapat bahwa pengerahan pasukannya ke Majelis Nasional pada 3 Desember 2024 adalah untuk memastikan perdamaian dan ketertiban, bukan untuk menghalangi anggota parlemen memberikan suara untuk membatalkan darurat militer.
“Yoon harus kembali untuk melindungi negara ini dari Korut sesegera mungkin,” kata Choi Jung-yoon yang berusia 66 tahun yang ikut serta dalam unjuk rasa dekat Majelis Nasional. “Darurat militer diperlukan,” tegas dia.
Sementara itu pada sebuah unjuk rasa di dekat Mahkamah Konstitusi, Christina Lee, 30 tahun, mengatakan: “Yoon harus dimakzulkan. Darurat militer tidak masuk akal. Saya khawatir negara ini akan kehilangan demokrasinya.”
Jajak Pendapat
Parlemen yang dikuasai oposisi menuduh Yoon menyalahgunakan kekuasaan dan badan antikorupsi menangkapnya pada Januari, menjadikannya presiden Korsel pertama yang sedang menjabat yang ditahan.
Ketegangan politik yang telah membebani sentimen konsumen dan bisnis kemungkinan akan berlangsung hingga Mahkamah Konstitusi mencapai kesimpulannya, yang para analis perkirakan pada pertengahan Maret.
Jika Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk mencopot Yoon dari jabatannya, pemilihan cepat akan diadakan dalam waktu 60 hari.
Sementara jajak pendapat Gallup Korea pada tanggal 28 Februari menunjukkan 59 persen responden mendukung pemecatan Yoon dan hanya 35 persen yang menentangnya. Hasil survei juga menunjukkan warga Korsel belum siap untuk sepenuhnya mendukung oposisi dalam pemilihan presiden berikutnya, dan mengikuti serangkaian hasil serupa dari jajak pendapat lainnya. ST/Bloomberg/I-1
Berita Trending
- 1 Polresta Cirebon gencarkan patroli skala besar selama Ramadhan
- 2 PTN Dukung Efisiensi Anggaran dengan Syarat Tak Ganggu Layanan Tri Darma Perguruan Tinggi
- 3 Kota Nusantara Mendorong Investasi Daerah Sekitarnya
- 4 Ini Klasemen Liga 1 Setelah PSM Makassar Tundukkan Madura United
- 5 Pemerintah Kabupaten Bengkayang Mendorong Petani Karet untuk Bangkit Kembali
Berita Terkini
-
Lima Tim Indonesia Bersiap untuk FFWS SEA 2025 Pramusim
-
Produksi Padi di Papua Barat Mencapai 20,73 Ribu Ton Gabah Kering
-
Distankan Rejang Lebong Temukan 15 Ekor Sapi Terjangkit Virus Jembrana
-
Jaksa Aceh Menuntut Terdakwa Korupsi Dana Desa 5 Tahun 6 Bulan Penjara
-
Pemkot Pariaman Memantau Harga Kebutuhan Pokok Selama Ramadan