Usut Tuntas Praktik 'Rent Seeking' di Semua Jenis Komoditas Pangan
SWASEMBADA PANGAN
Foto: ANTARA/ARIF FIRMANSYAHJAKARTA - Penegakan hukum terhadap kasus impor pangan perlu diperluas ke semua jenis. Dalam beberapa tahun, terakhir nilai impor pangan meningkat tajam.
Peneliti Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menegaskan kasus pemburu rente atau rent seeking terjadi di semua komoditas pangan impor, seperti gula, beras, hingga kedelai.
"Semuanya memang menguntungkan bagi importir. Makanya memang perlu diusut tuntas praktik rent seeking ini di semua komoditas pangan," ucap Huda kepada Koran Jakarta, Jumat (1/11).
Senada, Manajer Riset Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi, tak beda jauh dengan Huda. Badiul menegaskan Kejaksaan Agung (Kejagung) perlu membongkar korupsi impor pangan setuntas mungkin. Hal ini penting agar impor betul-betul membantu menyelesaikan persoalan pangan.
"Kebijakan impor ini tanpa disadari sesungguhnya adalah wujud tidak optimalnya pemerintah dalam memperbaiki produktivitas sektor pangan, misalnya penyediaan bibit, pupuk bagi para petani," ujar Badiul.
Kejagung, menurut Badiul, perlu mendalami kasus ini untuk mencegah potensi kerugian negara semakin besar lagi. Komoditas pangan ini sangat penting karena menjadi tumpuan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
"Pemerintah perlu memperketat pengawasan impor karena kasus korupsi impor yang ditangani Kejagung ini menegaskan masih lemahnya pengawasan," tandas Badiul.
Dari Yogyakarta, Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, menegaskan jika Kejagung serius mengusut kasus impor pangan, semestinya tidak hanya di gula, tetapi juga pangan jenis lainnya, seperti beras, ternak (daging), hingga kedelai.
Menurut Awan, selama ini sudah sering ditemukan pelanggaran hukum terkait impor pangan yang melibatkan pemerintah dan pihak swasta. Ironisnya, kasus tersebut tidak berlanjut ke meja hijau.
"Swasembada pangan mesti ditopang penegakan hukum kasus impor pangan yang tegas dan tidak tebang pilih," tegas Awan.
Awan mencontohkan, dalam dua tahun terakhir terjadi impor beras dalam skala besar, bahkan salah satu terbesar dalam sejarah. Namun, aparat penegak hukum tidak mendalami kebijakan impor yang banyak ditentang petani.
"Mestinya penegakan hukum ini juga diterapkan pada pangan selain gula, biar tidak ada lagi yang mengambil keuntungan dari masalah pangan kita," tegas Awan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, di Jakarta, Kamis (31/10), mengatakan penyidik Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sedang fokus melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada 2015-2016.
Seperti diketahui, Kejagung menetapkan dua tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan periode 2015-2016 dan CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Rugikan Petani
Sambil menuliskan tagar #ViralForJustice dan #SikatMafiaPangan di medsosnya, Rieke Diah Pitaloka mengenang momen Tom Lembong sebagai Menteri Perdagangan (Mendag) kala itu berbicara di hadapan Komisi VI DPR RI. Rieke menjadi salah satu saksi Tom Lembong menyampaikan rencana impor gula 380 ribu ton pada 2016. Saat itu, Rieke menolak rencana impor gula tersebut.
Pasalnya, impor gula pada 2016 dilakukan saat panen tebu sedang berlangsung. Karena itu, Rieke merasa aneh saat ada sekumpulan petani tebu mengaku setuju impor.
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
Berita Terkini
- Jenderal Bintang Satu Ini Tegaskan Personel TNI-Polri Tembak Satu Anggota KKB hingga Tewas di Kabupaten Puncak
- Peningkatkan PMI Manufaktur RI Mencerminkan Ekspansi Produksi
- KPU Resmi Tetapkan Effendi Edo-Siti Farida Unggul dalam Pilkada Kota Cirebon 2024
- Lebih Ramah Lingkungan, RI Kini Terapkan Kawasan Industri Rendah Karbon
- Mengagetkan Data Ini, Sembilan Persen Kasus HIV di Banten Diderita Ibu Rumah Tangga