Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Usaha Portugis dan Spanyol Berebut "Pulau Rempah"

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Setelah sekian lama dirahasiakan oleh para pedagang Arab, Portugis akhirnya mengetahui tempat asal rempah-rempah. Namun adanya perlawanan rakyat, kedatangan Spanyol, dan Belanda, memaksa mereka pergi dari Maluku.

Rempah-rempah seperti cengkeh, pala, dan fuli, hanya ada di Kepulauan Rempah (Spice Islands) di Maluku. Komoditas ini sudah lama diperdagangkan hingga Eropa dengan harga tinggi melalui rantai perdagangan yang panjang.

Orang Eropa sudah sangat tergantung dengan rempah-rempah untuk bumbu masakannya. Namun tak satupun dari mereka mengetahui dari mana berasal atau ditanam. Rahasia itu terbongkar oleh Portugis pada 1512, setelah sebelumnya singgah di Malaka pada 1511.

Di Eropa selama lebih dari seribu tahun sebelumnya, mereka telah mengenal cengkeh, pala, dan fuli, menjadi bagian dari perdagangan dunia. Para pelaut Indonesia membawanya ke Semenanjung Melayu, Jawa, dan Sumatra. Mereka kemudian bertemu dengan para pelaut India dan Arab lalu mendistribusikannya ke seluruh dunia dari Samudera Hindia.

Orang Arab membawa rempah-rempah melalui Laut Merah ke Aleksandria atau melalui Teluk Persia ke Pelabuhan Levantine. Dari sini pedagang Venesia membawanya ke Eropa. Orang-orang Arab merahasiakan lokasi Kepulauan Rempah dari orang Eropa karena komoditas ini memberi keuntungan selangit.

Ketika penjelajah Vasco da Gama asal Portugis tiba di India pada 20 Mei 1498, orang Eropa baru mengetahui dari mana datangnya rempah-rempah. Selanjutnya ia berlayar mengelilingi Afrika ke India dan Asia tenggara.

Raja Muda Portugis India (Estado da India), Albuquerque, diberi tahu tentang Kepulauan Rempah oleh para pelaut di Pelabuhan Malaka. Selama berabad-abad tempat ini dikenal menjadi pusat pertemuan para pedagang India, Arab, dan Tiongkok.

Albuquerque menyewa pemandu lokal dan mengirim kapal dalam misi penjelajahan di bawah komando António de Abreu dan letnan Francisco Serrão. Mereka tiba di Banda pada 1512, lalu mengisi lambung kapal mereka dengan cengkeh, pala, dan bunga pala.

Abreu kemudian berhasil kembali ke Malaka, tetapi kapal Serrão yang kelebihan muatan terdampar dan pecah di karang. Dia dan awak kapal diselamatkan dan dibawa ke Pulau Ternate Maluku oleh atas perintah Sultan Sirrullah.

Sultan memanfaatkan Serrão untuk menciptakan keseimbangan kekuatan di daerah tersebut. Saat itu, Ternate bersaing sengit dengan Pulau Tidore di dekatnya. Serrão menjadi penasihat pribadi Sirrullah, memimpin sekelompok tentara bayaran, dan tetap tinggal di pulau itu sampai kematiannya.

Orang Eropa kedua yang tiba di Kepulauan Rempah adalah sisa-sisa awak kapal Ferdinand Magellan (1480-1521) sebelum ia pergi ke Filipina dan meninggal di sana. Kedatangannya memulai persaingan antara Portugal dan Spanyol untuk menguasai kawasan itu yang kepemilikan resminya sangat tidak jelas.

Baca Juga :
Surga bagi Bajak Laut

Pada 1494 ditandatangani Perjanjian Tordesillas. Dua negara di Semenjanjung Iberia sepakat membagi tanah yang baru ditemukan dipisah sepanjang garis meridian barat Kepulauan Cape Verde, tetapi tidak menetapkan garis demarkasi di sisi lain dunia. Artinya mereka dapat mengklaim Kepulauan Rempah selama pelayaran Portugis berada dari timur dan Spanyol dari barat.

Dua kapal Magellan yang tersisa berlayar setelah kematiannya, mengikuti rute yang agak acak-acakan menuju Tidore, dari Samudra Pasifik. Kapal pertama kali tiba di sana pada 5 November 1521. Kapal Victoria melanjutkan perjalanan pulang pada 21 Desember di tahun yang sama, sementara kapal Trinidad menunggu perbaikan.

Kedua kapal berada dalam kondisi yang menyedihkan, dan Victoria nyaris tidak selamat dari perjalanan di sekitar ujung Afrika. Dalam perjalanan setengah dari awaknya meninggal karena penyakit kudis dan kelaparan.

Pada 6 September 1522, kru yang tersisa akhirnya berhasil kembali ke Spanyol. Saat itu, hanya tersisa 18 dari 270 pria yang telah pergi bersama Magellan. Tetap saja, ada cukup rempah-rempah yang dibawah agar perjalanan itu menjadi sangat menguntungkan.

Kapal Trinidad, dikapteni oleh Gonzalo Gómez de Espinosa, menunggu hingga 16 April 1522 untuk berangkat. Kapal ini kapal ini berlayar agak ke utara untuk menghindari Tanjung Harapan. Nahas kapal ini menemui badai dingin. Kelaparan dan penyakit kudis memaksa de Espinosa kembali ke Kepulauan Maluku tujuh bulan kemudian.

Saat mendekati Ternate, dia menemukan bahwa armada tujuh kapal Portugis yang dipimpin oleh Antonio de Brito telah tiba dengan tujuan menguasai Kepulauan Rempah. Melihat kedatangan kapal Trinidad, kapal De Brito mengirim pasukan bersenjata untuk merebut kapal tersebut.

"Prajuritnya naik ke Trinidad dengan harapan akan membuat awak kapal kewalahan, tetapi sebaliknya mereka justru mendapati pemandangan yang menyedihkan dari orang-orang yang hampir mati, bau busuk dan tidak sehat, yang tidak berani dilawan oleh siapa pun, dan sebuah kapal di ambang tenggelam," tulis Laurence Bergreen, Laurence dalam buku Over the Edge of the World Updated Edition 2019.

"Terlepas dari kondisi awaknya, De Brito membawa mereka sebagai tawanan dan membuat de Espinosa dan awaknya yang lemah membangun benteng di Ternate dengan kayu-kayu Victoria. Mereka kemudian dikirim sebagai pekerja paksa di beberapa pelabuhan di Samudra Hindia. Hanya komandan Espinosa dan dua awak lainnya yang pernah kembali ke Spanyol," lanjut Bergreen.

Portugis di Ternate

Sementara itu Sultan Ternate mengizinkan Portugis membangun benteng pada 1522, 10 tahun sejak bangsa Eropa datang, dengan cara mendirikan koloni perdagangan. Tapi hubungan antara Ternate dan Portugis dengan cepat menjadi tegang.

Selama setengah abad berikutnya, serangkaian gubernur Portugis yang dikirim semakin rakus dan brutal.

Sebelumnya Sultan Ternate selalu mengabdi atas keinginan Portugis, tetapi pada pertengahan abad ke-16 mulai membangkang. Salah satu tokoh utamanya adalah Sultan Hairun yang memerintah dari 1535 hingga 1570.

Sebelumnya sultan ini sempat menjadi boneka Portugis. Namun kemudian ia menjadi gelisah oleh aksi brutal Portugis sampai akhirnya bersekutu dengan pemimpin Muslim Tidore.

Sultan Hairun berhasil dibunuh oleh Portugis pada 1570. Takhta kerajaan kemudian diteruskan oleh putranya, Babullah. Penerusnya ini terus memimpin pemberontakan yang didukung oleh Kesultanan Tidore dan umat Islam dari Aceh dan Turki.

Babullah dan para pengikutnya mengepung benteng Portugis. Empat tahun akhirnya dapat merebutnya dan melepaskan diri dari Portugis. Sejak saat itu Ternate menjadi negara yang kuat, sangat Islami, dan anti-Portugis. hay/I-1

Perjanjian Tordesillas, Membuat Spanyol Datang dari Arah Timur

Hengkangnya Portugis dari Maluku karena perlawanan dari penguasa dan rakyat, membuat wilayah ini bebas dari bangsa Eropa. Namun setelah hengkangnya Portugis, kepulauan ini kedatangan kapal Victoria dari Spanyol.

Raja Charles I dari Spanyol (memerintah 1516-1556) mengirim ekspedisi kedua ke Kepulauan Rempah, dipimpin oleh penjelajah García Jofre de Loaísa dengan kapal tersebut. Mereka diberi tiga tugas yaitu mencari dan menyelamatkan kapal Trinidad, yang belum kembali, menemukan lokasi tanah mitos Ophir, yang disebutkan dalam Alkitab sebagai sumber perak, emas, dan permata yang digunakan untuk menghiasi Kuil Sulaiman.

Pada 1494 ditandatangani Perjanjian Tordesillas. Dua negara di Semenjanjung Iberia sepakat membagi tanah yang baru ditemukan dipisah sepanjang garis meridian barat Kepulauan Cape Verde tetapi tidak menetapkan garis demarkasi di sisi lain dunia. Artinya mereka dapat mengklaim Kepulauan Rempah selama pelayaran Portugis berada dari timur dan Spanyol dari barat.

Namun Perjanjian Tordesillas tampaknya tetap berlaku, Loaísa berlayar ke selatan di sepanjang garis pantai Afrika, lalu ke barat ke Brasil dan menyusuri benua sebelum menuju ke Kepulauan Rempah di sekitar ujung Amerika selatan atau Argentina atau Cile saat ini. Armadanya mengalami cuaca ekstrem di Selat Magellan, dan dua kapal hilang. Badai yang mengamuk berlanjut di Pasifik dan empat kapal lagi terpisah.

Hanya satu kapal jenis galleon, Santa Maria de la Victoria, mencapai Kepulauan Rempah pada September 1526. Ketika sampai, Loaísa telah meninggal. Orang-orang yang selamat dapat mendirikan benteng di Tidore tetapi harus meninggalkan kapal mereka yang sekarang tidak layak berlayar, membuat mereka tidak bisa kembali ke Spanyol.

Karena tidak ada berita dari kapal Trinidad, Charles mengirimkan ekspedisi Loaísa, ke Kepulauan Maluku pada 1526 dipimpin oleh Sebastian Cabot. Kapal ini bahkan tidak sampai lebih jauh dan malah mendarat di barat Amerika selatan keluar dari rute pencarian dan malah menjelajahi bagian dalam Rio de la Plata.

Charles kemudian memerintahkan Hernán Cortés di Spanyol Baru (Meksiko) untuk mengirimkan misi penyelamatan. Cortés mengirim armada tiga kapal, tetapi hanya satu dari mereka yang berhasil mencapai Tidore. Meskipun menemukan yang selamat, ia tidak dapat menemukan angin yang menguntungkan untuk kembali melintasi Pasifik dan ditangkap oleh Portugis.

Dengan hilangnya beberapa armada dan tidak ada pelaporan nasib mereka yang berlayar, penguasa Spanyol sampai pada kesimpulan bahwa Kepulauan Rempah tidak sepadan dengan usahanya. Pada 1529 negara ini memutuskan untuk membuat kesepakatan dengan Portugis.

Dalam Perjanjian Zaragoza yang dihasilkan, orang Spanyol menjual hak mereka atas Kepulauan Maluku kepada Portugis seharga 350.000 dukat, dan garis pemisah antarwilayah ditetapkan pada 17 derajat timur Kepulauan Maluku.

Ada klausul pelarian yang memungkinkan Spanyol untuk mendapatkan kembali pulau-pulau itu jika mereka mengganti uang Portugis, tetapi ini tidak pernah terjadi. Pada 1580, Persatuan Iberia menyatukan kedua kerajaan dan koloni Samudra Hindia mereka.

Selama satu abad, Kekaisaran Portugis berkuasa di Samudera Hindia. Baru pada 1595 sembilan pedagang Amsterdam bergabung bersama dan mengorganisir ekspedisi Belanda yang pertama. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top