Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pembiayaan Perumahan - Program Iuran Tapera Berpotensi Tekan Konsumsi Masyarakat

Tujuan Iuran Tapera Mengambang

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Aturan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang dibuat pemerintah dinilai tak jelas alias mengambang. Hal itu semakin menimbulkan kekhawatiran publik soal kredibilitas negara dalam mengelola dana publik.

Manajer Riset Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi, menegaskan secara prinsip kebijakan pemerintah harus berpihak kepada masyarakat, bukan sebaliknya, justru merugikan masyarakat.

"Jangan sampai Tapera ini salah satu bentuk kegagalan pemerintah dalam mengoptimalkan pendapatan negara, termasuk menarik investasi, dan kemudian memilih jalan mengumpulkan dana publik untuk membiayai beberapa kegiatan pemerintah yang rawan terhadap praktik korupsi, terlebih selama ini terkait pengelolaan dana publik pemerintah masih lemah tingkat transparansi dan akuntabilitasnya, misalnya dana umat (haji)," tegas Badiul kepada Koran Jakarta, Kamis (30/5).

Senada, peneliti ekonomi Celios, Nailul Huda, menilai tujuan Tapera sangat mengambang antara investasi atau arisan kepemilikan rumah. Dalam beleid Tapera, dana yang dikumpulkan dari peserta dikelola ke dalam beberapa portofolio investasi, yaitu ke korporasi (47 persen), SBN (45 persen), dan sisanya deposito.

"Dalam beleid tersebut juga disebutkan bahwa peserta berhak menerima informasi dari manajer investasi tentang dana dan hasil dari dana kita. Apakah kita diberitahukan setiap bulan di mana posisi kekayaan kita?" ungkap Badiul.

Dengan posisi surat berharga negara (SBN) sebesar 45 persen dari total dana yang dikelola Badan Pengelola (BP) Tapera, tentu soal mudah bagi pemerintah untuk menerbitkan SBN karena bisa dibeli oleh badan pemerintah (termasuk BP Tapera) pakai uang masyarakat.

Padahal, BI rate sudah naik, yang artinya deposito sebenarnya lebih menguntungkan dibandingkan SBN. Pemerintah ingin menaikkan bunga SBN, tentu jadi beban utang.

"Ketika swasta enggan investasi di SBN, badan pemerintah jadi solusinya. Salah satu pejabat BP Tapera adalah Menkeu yang punya kepentingan untuk penyerapan SBN," urainya.

Hal lainnya, lanjut Huda, manfaat bagi peserta yang tidak mengambil program Tapera akan sangat minim. Peserta yang tidak ambil rumah pertama karena preferensi atau sudah punya rumah, justru dirugikan apabila tingkat pengembalian tidak optimal.

Terakhir, imbas dari program ini, ada konsumsi yang hilang juga karena kebijakan Tapera ini disebabkan ada bagian pendapatan yang disetorkan ke negara lewat Tapera. "Pada akhirnya, konsumsi akan tertekan dan berpengaruh ke produk domestik bruto (PDB). Pertumbuhan ekonomi akan terbatas. Jadi, ada efek kontradiktif dari kebijakan Tapera ini terhadap ekonomi kita," pungkasnya.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang ditetapkan pada 20 Mei 2024.

Dengan aturan tersebut, gaji pekerja bakal dipotong sebesar 3 persen tiap bulan mulai 2027. Berdasarkan ketentuan, potongan Tapera sebesar 3 persen tersebut, sebanyak 2,5 persen ditanggung oleh pekerja dan 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja.

Respons Positif

Sementara itu, Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, merespons positif terbitnya beleid baru tersebut. Menurutnya, kebijakan itu penyempurnaan dari aturan sebelumnya, di mana proses pengelolaan Tapera dilakukan melalui penyimpanan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu, yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/ atau dikembalikan pokok simpanan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.

Perubahan atas PP ini adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat dan akuntabilitas pengelolaan dana Tabungan Perumahan Rakyat.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top