Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Tren Kohabitasi Melanda Indonesia, Apa yang Terjadi?

Foto : The Conversation/Shutterstock/Merzzie

Kohabitasi adalah kondisi ketika pasangan hidup atau tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan yang sah.

A   A   A   Pengaturan Font

Tren kohabitasi

Perbedaan regulasi hukum, budaya, dan struktur ekonomi menyebabkan variasi yang signifikan dalam pola dan tren kohabitasi di berbagai negara. Di sebagian besar negara di Eropa barat dan utara, Amerika Serikat (AS), Kanada, Australia, dan Selandia Baru, kohabitasi telah memperoleh pengakuan hukum.

Di Belanda, misalnya, tingkat kelaziman kohabitasi di Belanda mencapai 50%, dengan durasi rata-rata lebih dari empat tahun, dan kurang dari separuh dari pasangan kohabitasi ini melanjutkan ke pernikahan. Sejak 1998, negara ini mengakui berbagai bentuk partnership formation (pembentukan relasi) melalui Civil Solidarity Pact (Pacs).

Pakta ini mengatur kontrak kohabitasi, termasuk kohabitasi yang terdaftar maupun tidak, sekaligus merinci hak dan kewajiban dalam ikatan kohabitasi yang lebih fleksibel daripada pernikahan. Hal ini termasuk dukungan finansial, perumahan, pajak, dan hak-hak sosial lainnya. Adanya pakta ini membantu mengurangi diskriminasi terhadap anak-anak tidak sah (illegitimate children, atau sering disebut sebagai "anak haram" di Indonesia) dan menyediakan dukungan substansial bagi orang tua tunggal.

Sementara, di Asia, kohabitasi tidak mendapatkan pengakuan legal karena pengaruh budaya, tradisi, dan agama. Kohabitasi cenderung terjadi dalam periode singkat dan sering dianggap sebagai tahap awal menuju pernikahan karena tradisi keluarga yang mengharuskan pasangan menikah.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top