Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Tiongkok Mulai Berlakukan UU Anti-spionase Baru

Foto : Aljazeera

Pemerintah Tiongkok mulai memberlakukan undang-undang anti-spionase yang direvisi pada Sabtu (1/7).

A   A   A   Pengaturan Font

BEIJING - Pemerintah Tiongkok mulai memberlakukan undang-undang anti-spionase yang direvisi pada Sabtu (1/7), memperluas cakupan apa yang disebut konstitusi aktivitas mata-mata untuk menjaga keamanan nasional, di tengah kekhawatiran ekspatriat dan bisnis asing tentang penegakan hukum yang sewenang-wenang negara itu

Hukum yang diubah itu, yang awalnya diadopsi pada 2014 dibuat untuk melindungi rahasia negara, memberikan kekuasaan pada otoritas Tiongkok menindak pencurian dan penyebarluasan "dokumen, data, materi, dan barang yang berkaitan dengan keamanan dan kepentingan nasional".

UU yang diperbarui itu, yang didukung parlemen pada April, baru-baru ini mencakup serangan dunia maya terhadap organisasi negara dan infrastruktur utama oleh "entitas mata-mata dan agen mereka" sebagai bagian dari upaya Beijing untuk meningkatkan keamanan dunia maya.

UU tersebut juga mewajibkan setiap warga negara untuk melaporkan aktivitas mata-mata dan mengizinkan otoritas untuk memeriksa barang-barang milik tersangka. Di bawah hukum pidana Tiongkok , hukuman maksimum bagi spionase adalah hukuman mati.

Sementara definisi keamanan nasional masih belum jelas, UUitu meningkatkan ketakutan diantara masyarakat ekspatriat dan bisnis asing.

Di Tiongkok, tuduhan menyangkut keamanan nasional biasanya tidak diungkapkan, dan sidang tertutup untuk publik. Bahkan setelah keputusan selesai, rinciannya biasanya tidak diumumkan,

Pada Maret lalu, seorang pegawai senior pembuat obat Jepang Astellas Pharma Inc. ditahan oleh Tiongkok karena dicurigai terlibat dalam kegiatan mata-mata, namun tidak diketahui bagaimana dia dicurigai melanggar hukum. Sejumlah perusahaan konsultan asal Amerika Serikat juga digerebek dalam beberapa bulan belakangan.

Perdana Menteri Li Qiang, dalam pidato yang disampaikan pada Selasa dalam Forum Ekonomi di Tianjin, berjanji meningkatkan upaya keterbukaan standar tinggi bangsa, menyeru investasi asing karena negara dengan ekonomi terbesar kedua dunia itu telah pulih dari dampak pandemi Covid-19.

Namun dia mengatakan kepada perwakilan usaha asing senior dalam pertemuan itu bahwa pelanggar peraturan akan dihukum.

Dengan kekhawatiran UU baru akan membatasi aktivitas liputan oleh jurnalis asing, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Mao Ning mengatakan pada Rabu, "Selama Anda menaati hukum dan peraturan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

Kepala Kamar Dagang dan Industri Jepang di Tiongkok Tetsuro Homma, memberikan pernyataan dalam konferensi pers di Beijing pada Juni bahwa prediktabilitas, keadilan dan transparansi dipertahankan di pasar Tiongkok adalah "masalah yang sangat memprihatinkan" bagi grup tersebut.

Homma mengatakan Kadin akan memantau dampak negatif apapun atas pemberlakuan UU anti spionase yang telah diubah itu terhadap aktivitas usaha dan mengambil langkah yang diperlukan.

Sejak UU anti-spionase berlaku di Tiongkok pada November 2014, 17 warga Jepang telah ditahan atas dugaan keterlibatan mereka dalam aktivitas mata-mata. Lima diantaranya masih ditahan, menurut Pemerintah Jepang.

Sebuah survei kepercayaan bisnis baru-baru ini oleh Kamar Dagang Uni Eropa di Tiongkok menunjukkan 64 persen responden mengatakan melakukan usaha di Tiongkok menjadi lebih sulit pada 2022, angka tertinggi sejak 2014, dengan menghadapi resiko yang berkembang dan lingkungan kerja yang lebih tidak stabil.

Akio Takahara, seorang profesor politik Tiongkok di Sekolah Pascasarjana Kebijakan Publik Universitas Tokyo, mengatakan Beijing telah memprioritaskan menjaga keamanan nasional di tengah persaingan yang meningkat dengan Washington.

Takahara mendesak kalangan bisnis Jepang untuk menuntut dengan keras pembebasan pejabat Astellas Pharma, dengan mengatakan mereka tidak dapat melakukan bisnis ketika penahanan dapat terjadi karena "alasan yang tidak jelas".

Naoki Tsukioka, ekonom senior pada Mizuho Research & Technologies, mengatakan bahwa UU baru dapat mengurangi aktivitas ekonomi di Tiongkok karena perusahaan menghadapi risiko penahanan ketika otoritas menganggap pengumpulan informasi mereka sebagai kegiatan mata-mata.

"Ekspatriat harus menghindari bertemu secara rahasia dengan Pemerintah Tiongkok, lembaga industri dan pejabat perusahaan milik negara untuk pertukaran informasi." kata Tsukioka.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top