Terlalu Bergantung pada Impor, RI Sulit Keluar dari "Middle Income Trap"
Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Eugenia Mardanugraha - Sulitnya RI melangkah lebih tinggi menjadi negara maju karena aktivitas produksi yang tidak efisien. Selain itu, pertumbuhan ekonomi hanya mengandalkan sektor-sektor tertentu saja, serta rumah tangga terlalu konsumtif dan terlalu banyak impor.
"Tahun 2092 bayangkan. Berarti kan hampir mustahil di 2045 jadi negara maju. Itu cuma retorika saja untuk membangun optimisme semu," kata Bhima.
Masalah utama Indonesia untuk mencapai Indonesia Emas 2045 ada pada kelemahan institusi yang dirundung korupsi dan macetnya industrialisasi yang sering diungkapkan oleh berbagai ahli salah satunya Daron Acemoglu dan Dani Rodrik.
"Sekarang korupsi dan nepotisme menjadi terlembagakan, bahkan muncul fenomena desentralisasi korupsi sampai ke tingkat yang paling bawah. Biaya investasi pun, akhirnya menjadi lebih mahal, tecermin dari ICOR 7,6 yang lebih tinggi dari rata-rata negara Asean, di bawah 5. Semakin tinggi ICOR artinya ekonomi makin tidak efisien.
Selain itu, deindustrialisasi prematur terjadi dengan skala yang sangat cepat. Data terakhir menunjukkan porsi industri manufaktur terhadap PDB kembali ke 30 tahun yang lalu. Menurut Bhima, hal tersebut menunjukkan industri pengolahan jalan di tempat, makin tersalip oleh Vietnam. Padahal, sektor industri manufaktur adalah sektor terbesar penyerap tenaga kerja.
"Jadi, harus ada reformasi struktural untuk keluar dari jebakan kelas menengah. Waktu tidak banyak maka seluruh rangkaian kebijakan harus mengarah pada penguatan industri manufaktur, mencari motor ekonomi dari ekonomi hijau dan ekonomi biru, hingga pembenahan birokrasi bersih di tiap institusi pemerintahan," papar Bhima.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Vitto Budi
Komentar
()Muat lainnya