Target Pertumbuhan Ekonomi pada 2024 Bakal Meleset dari Target
Pertumbuhan Ekonomi Kian Melambat
Foto: antaraJAKARTA - Kinerja pertumbuhan ekonomi nasional terus kehilangan daya pacunya pasca pandemi Covid-19. Ketidakpastian ekonomi global dan geopolitik ditengarai menjadi faktor utama penyebabnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional hanya mencapai kisaran 5 persen pada 2024. Angka itu lebih rendah dibandingkan asumsi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 yang ditetapkan sebesar 5,2 persen.
Bahkan, ekspektasi tersebut di bawah capaian dalam dua tahun sebelumnya. Pada 2023, pertumbuhan ekonomi melambat menjadi 5,05 persen dari 5,31 pada 2022.
- Baca Juga: Biaya Produksi Sepatu Naik
- Baca Juga: Membangun Generasi Tani Milenial
“Kita semua tahu APBN didesain dan dirancang dengan asumsi growth di 2024 adalah 5,2 persen, kita memperkirakan outlook-nya akan di 5 persen,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Senin (6/1).
Adapun pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2024 tercatat sebesar 5,11 persen (year-on-year/yoy), triwulan II mencapai 5,05 persen, dan triwulan III 4,95 persen, serta triwulan IV yang diproyeksikan hanya mencapai 5 persen.
Sementara itu, tingkat inflasi pada 2024 berada di level 1,57 persen (yoy), jauh lebih rendah dari asumsi APBN sebesar 2,8 persen. Namun, nilai tukar rupiah mengalami pelemahan yang cukup signifikan, melampaui target asumsi sebesar 15.000 rupiah per dollar AS. Nilai tukar rupiah tercatat berada di 15.847 rupiah per dollar AS pada akhir tahun, tertekan oleh berbagai faktor global.
Sri Mulyani menjelaskan ketidakpastian global, termasuk gejolak geopolitik dan pasar keuangan dunia menjadi faktor utama perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ketegangan di Timur Tengah, perlambatan ekonomi Tiongkok dan penurunan harga komoditas andalan Indonesia turut memengaruhi kinerja ekonomi nasional.
Perkuat Daya Beli
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal memperingatkan pemerintah perlu memperhatikan permintaan domestik pada awal tahun ini sebagai upaya untuk memperkuat daya beli masyarakat. Sebab, daya beli yang kuat berdampak pada stabilitas inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Menurutnya, daya beli masyarakat yang kuat akan berdampak terhadap stabilitas tingkat inflasi dalam negeri tetap berada di kisaran target Bank Indonesia (BI) yang di kisaran 2,5 plus minus 1 persen.
“Yang menjadi perhatian adalah setelah Tahun Baru (2025) seperti apa. Jadi, kalau daya belinya ini masih belum naik, inflasinya akan kembali anjlok yang disebabkan karena pelemahan dari sisi daya belinya pasca tahun baru (2025),” ujar Faisal di Jakarta, Senin (6/1).
Dia melanjutkan permintaan domestik dan daya beli masyarakat juga akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi dan pergerakan sektor-sektor produksi dan usaha pada 2025. “Karena, dengan permintaan yang lebih kuat, daya beli yang lebih baik, ini akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan menggerakkan sektor-sektor produksi dan usaha,” ujar Faisal.
Faisal menjelaskan tingkat inflasi yang cenderung rendah sebesar 1,57 persen secara tahunan atau year on year (yoy) pada Desember 2024 memang merupakan pola yang umumnya terjadi pada akhir tahun, seiring dengan melemahnya permintaan domestik.
Meskipun ada pengaruh dari sisi suplai, menurutnya, rendahnya tingkat inflasi pada Desember 2024 lebih disebabkan oleh melemahnya dari sisi permintaan domestik.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Indonesia berada di level 1,57 persen (yoy) pada Desember 2024, atau sudah mendekati batas bawah target inflasi 2024 di kisaran 2,5±1 persen.
Berita Trending
- 1 Kebijakan PPN 12 Persen Masih Jadi Polemik, DPR Segera Panggil Menkeu
- 2 Nelayan Kepulauan Seribu Segera miliki SPBU Apung
- 3 Athletic Bilbao dan Barca Perebutkan Tiket Final
- 4 Banjir Bandang Lahar Dingin Gunung Jadi Perhatian Pemerintah pada 2025
- 5 Mulai Januari 2025, Usia Pensiun Pekerja Indonesia Naik Satu Tahun Menjadi 59 Tahun