Tanpa Sarana Penunjang, Target Kenaikan PDB Pertanian Sulit Terealisasi
Dwijono Hadi Darwanto Guru Besar Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta - Saat ini, sekitar 60 persen jaringan irigasi di Indonesia mengalami kerusakan. Tanpa perbaikan irigasi, tentu sulit bagi petani untuk meningkatkan produksi secara optima
Foto: ANTARAJAKARTA– Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian naik dari 0,18 persen menjadi 4,81 persen pada 2029. Untuk mencapai target tersebut, maka Kementan menyiapkan lima program, yaitu program swasembada pangan nasional, pengembangan komoditas ekspor strategis, peningkatan produksi susu untuk pangan bergizi, program pekarangan pangan bergizi, dan program mandiri energi B50.
Dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Selasa (5/11), Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengatakan guna mewujudkan swasembada pangan nasional, pihaknya telah menyiapkan sejumlah program yang terdiri dari pompanisasi sejuta hektare, optimalisasi lahan 360 ribu hektare, cetak sawah tiga juta hektare, transformasi pertanian tradisional ke modern, dan pelibatan petani milenial dan gen Z.
Transformasi pertanian tradisional ke modern diyakini dapat menekan biaya produksi hingga 50 persen dan meningkatkan produksi hingga 100 persen.
Untuk program mandiri energi B50, jelasnya, akan dicapai melalui peningkatan produksi minyak sawit mentah (CPO), peningkatan kapasitas industri biodiesel, dan mengurangi ekspor CPO.
Kualitas dan Daya Saing
Menanggapi target Kementan itu, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwijono Hadi Darwanto, mengatakan lima program Kementan untuk mendorong sektor pertanian masih memerlukan kesiapan infrastruktur yang mendukung untuk dapat terealisasi secara efektif. Tanpa dukungan sarana dan prasarana yang memadai, target ambisius tersebut sulit tercapai dalam jangka pendek.
“Program-program ini adalah langkah jangka panjang. Untuk jangka pendek, kita memerlukan kesiapan sarana dan prasarana yang mendukung. Misalnya, program swasembada pangan yang sudah dicanangkan selama lima tahun terakhir, tapi tidak pernah tercapai karena keterbatasan infrastruktur,” kata Dwijono.
Ia mencontohkan kondisi irigasi sebagai salah satu aspek krusial yang harus diperhatikan. “Saat ini, sekitar 60 persen jaringan irigasi di Indonesia mengalami kerusakan. Tanpa perbaikan irigasi, tentu sulit bagi petani untuk meningkatkan produksi secara optimal,” jelasnya.
Selain itu, program peningkatan komoditas ekspor strategis, kata Dwijono, memerlukan peningkatan kualitas dan daya saing produk yang tidak akan tercapai tanpa sarana penunjang yang mumpuni.
“Pengembangan komoditas ekspor membutuhkan kualitas produk yang konsisten dan daya saing yang tinggi. Selama ini, usaha untuk meningkatkan kualitas tersebut belum optimal,” katanya.
Dwijono juga mempertanyakan upaya Kementan dalam meningkatkan produksi susu domestik.
“Dari mana kita bisa meningkatkan produksi susu, sementara sebagian besar kebutuhan susu masih harus dipenuhi dari impor, begitu juga dengan sapi perahnya. Tanpa dukungan sarana dan prasarana yang cukup, target peningkatan produksi ini hanya akan menjadi angan-angan,” katanya.
Dwijono menggarisbawahi bahwa program-program besar Kementan ini sangat bergantung pada kesiapan sarana dan prasarana yang memadai, termasuk perbaikan infrastruktur dasar, seperti irigasi, kualitas jalan menuju sentra pertanian, dan fasilitas penyimpanan hasil produksi. Tanpa fondasi itu, pencapaian target ambisius tersebut akan sulit terealisasi.
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Sejumlah Negara Masih Terpecah soal Penyediaan Dana Iklim
- 3 Ini Kata Pengamat Soal Wacana Terowongan Penghubung Trenggalek ke Tulungagung
- 4 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 5 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik