Sabtu, 07 Des 2024, 02:18 WIB

Tahun Pemilu Telah Usai, Energi Politik Kini Harus Dikerahkan untuk Pembangunan

Ketua DPR RI, Puan Maharani

Foto: Foto Antara

JAKARTA - Energi politik nasional harus diarahkan kepada pembangunan bangsa dan negara, setelah tahun pemilu yang panjang pada 2024 ini ber­akhir. Pasalnya, setelah tahun pemilu yang dimulai sejak pemilu le­gislatif (pileg), pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres), dan di­akhiri de­ngan pemilihan kepala daerah (pilkada), bangsa Indonesia masih menghadapi tantang­an pembangunan.

“Kita masih menghadapi berbagai tantangan pemba­ngunan nasional baik yang bersumber dari eksternal maupun internal,” kata Ketua DPR RI Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Jakarta, kemarin.

Menurut dia, diperlukan kebijakan-kebijakan fiskal, mo­neter, sektor riil, dan kebijakan pembangunan nasional yang dapat mengkonsolidasikan agenda nasional dalam membangun kekuatan nasional di bidang pangan, sumber daya manusia, pembangunan daerah, industri nasional, komo­diti, ekspor, dan lain sebagainya.

Selain konsolidasi, menurut dia, agenda pembangunan nasional ke depan harus terus memperkuat kualitas kinerja aparatur negara, birokrasi, iklim usaha, serta kepastian hukum yang sungguh-sungguh untuk memberi jalan bagi rakyat demi mendapatkan pelayanan yang dan menyejahterakan.

Di samping itu, dia pun mengapresiasi kepada seluruh penyelenggara pemilu atas penyelenggaraan Pilkada serentak 2024 yang berjalan dengan baik, lancar, dan tertib.

Menurut dia, situasi keamanan yang terjaga menjadi bukti kedewasaan masyarakat dalam berdemokrasi.

Kemudian, menurutnya, tugas bangsa ke depan adalah terus menyempurnakan pilkada agar bisa sungguh-sungguh memberikan kedaulatan bagi rakyat dalam menentukan pilihannya. “Kita perlu menyempurnakan pilkada yang sungguh-sungguh bebas jujur adil dan rahasia sehingga rakyat bebas menggunakan kedaulatannya,” kata dia.

Cegah Polarisasi

Sementara itu, Dosen Politik Universitas Indonesia Cecep Hidayat mengatakan, untuk mencegah terjadinya konflik setelah Pilkada 2024, perlu adanya etika politik yang baik dari para pimpinan partai politik (parpol) dan calon, agar tidak memperuncing polarisasi di masyarakat akibat perbedaan pilihan.

“Perlu menahan ego dan menahan diri untuk tidak sa­ling menghujat atau menyebar informasi palsu,” kata Cecep di Jakarta, Jumat (6/12).

Menurut dia, Pesta demokrasi Pilkada 2024 telah sukses digelar dan proses pemilu berjalan dengan lancar, namun narasi delegitimasi terhadap sistem demokrasi masih mengemuka.

Hal ini kata Cecep, dipicu oleh saling klaim kemenangan berdasarkan hasil hitung cepat yang tidak hanya menimbulkan sengketa pemilu, tetapi juga menimbulkan ke­tegangan sosial.

Ia melanjutkan, kondisi ini tentu berbahaya karena bisa ber­dampak buruk di masyarakat, yang dapat menyebabkan perpecahan antar-anak bangsa. “Tantangannya bisa jadi sengketa Pemilu, itu sering memicu konflik,” ujarnya.

Ia menilai, fenomena ini juga menciptakan narasi negatif terhadap sistem demokrasi. Hal ini ditujukan dengan muncul adanya beberapa kelompok yang mengglorifikasi konflik pemilu sebagai preseden buruk.

Bahkan lanjut Cecep ada yang menganggap demokrasi sebagai sesuatu yang “kufur” atau “haram”. Narasi semacam ini tidak hanya merusak citra demokrasi, tetapi juga bisa memecah belah masyarakat yang sudah terbiasa hidup berdampingan dalam keragaman.

“Tantangan setelah pilkada, manipulasi informasi, berita bohong atau hoaks bisa memperkeruh situasi,””ucap Cecep, yang juga menjadi Executive Director ISR (Indonesian Strategic Research). Ant/S-2

Redaktur: Sriyono

Penulis: Antara

Tag Terkait:

Bagikan: