Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perdagangan Karbon

Tahun Depan, "Carbon Tax" Diterapkan pada PLTU

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah tengah menyiapkan penerapan Cap and Tax atau Skema Pajak Carbon untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) pada 2022. Hal itu sebagai upaya untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagai upaya mengurangi dampak perubahan iklim.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan, nantinya akan ada Undang-Undang pajak baru pada 2022, yang mana di dalamnya ada Undang-Undang Carbon atau Carbon Tax.

Saat ini Kementerian ESDM tengah menginisiasi sistem cap and trade carbon melalui uji coba jual beli karbon di subsektor ketenagalistrikan, khususnya di lingkungan PLTU yang sifatnya masih voluntary yang telah dilakukan pada Maret-Agustus 2021.

"Pemerintah menyiapkan peta pajak karbon nantinya akan berlaku dalam dua skema, yakni skema perdagangan karbon (cap and trade) dan skema pajak karbon (cap and tax)," ungkap Rida di Jakarta, Selasa (26/10).

Pada skema perdagangan karbon (cap and trade), pembangkit yang menghasilkan emisi lebih dari batas yang ditetapkan diharuskan membeli Sertifikat Izin Emisi (SIE) pembangkit lain yang emisinya di bawah cap. Selain itu, pembangkit juga dapat membeli Seritifikat Penurunan Emisi (SPE).

Pada skema tersebut, jika pembangkit tersebut tidak dapat membeli SIE atau SPE secara penuh atas kelebihan emisi yang dihasilkan, maka akan diberlakukan skema cap and tax, yakni sisa emisi yang melebihi cap akan dikenakan pajak karbon.

"Aturan mainnya adalah untuk yang emisinya lebih rendah dibawah cap maka dia bisa menjual Sertifikat Izin Emisi atau Sertifikat Penurunan Emisi kepada PLTU yang memiliki kelebihan. Untuk yang emisinya tidak bisa dipenuhi dengan SIE maka akan diterapkan pajak carbon, dan yang pasti besaran pajaknya tidak akan lebih murah dari besaran trade," ungkap Rida menjelaskan.

Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi emisi GRK ini sejalan dengan Paris Agreement di mana pemerintah Indonesia telah berkomitmen menurunkan emisi sekitar 880 juta ton karbon dioksida (Co2) pada 2030.

Upaya Bertahap

Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam kesempatan terpisah mengatakan pemerintah memiliki tahapan menuju capaian target nol emisi pada 2060. Pada tahun ini pemerintah akan mengeluarkan regulasi dalam bentuk Peraturan Presiden terkait EBT dan retirement coal. "Tidak ada tambahan PLTU baru kecuali yang sudah berkontrak maupun sudah dalam tahap konstruksi," urainya.

Pada 2022 akan adanya Undang-Undang EBT dan penggunaan kompor listrik untuk 2 juta rumah tangga per tahun. Selanjutnya, pembangunan interkoneksi, jaringan listrik pintar (smart grid) dan smart meter akan hadir pada 2024 dan bauran EBT mencapai 23 persen yang didominasi PLTS pada 2025.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top