“Stunting" Bukti Kemiskinan Ekstrem akibat BLBI
ANGGARAN PENANGANAN “STUNTING” DI APBN MENURUN I Petugas mendata balita untuk mendapatkan makanan tambahan dan vitamin di Palu, Sulawesi Tengah, beberapa waktu lalu, sebagai pencegahan dini stunting. Sayangnya, dengan prevalensi stunting yang masih tinggi, 24,4 persen atau 5,33 juta balita anggaran penanganan stunting di APBN justru mengalami penurunan.
Selain BLBI, kemiskinan juga dipicu minimnya anggaran untuk membiayai program kemiskinan karena belanja habis disedot pembayaran bunga obligasi rekapitalisasi BLBI yang jika ditotal bisa mencapai 5.000 triliun rupiah.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Achmad Maruf, yang diminta pendapatnya, Senin (20/6), mengatakan jika negara tidak serius menghentikan stunting.
"Membiarkan sampai jutaan bayi kekurangan gizi, itu merupakan tindakan kejahatan besar kemanusiaan. Orang tua pasti tidak rela membiarkan anak balitanya kekurangan gizi, hanya diberi air tajin. Itu karena benar-benar tidak mampu," katanya.
Pemerintah seharusnya bisa mengurangi pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu, bahkan pengeluaran yang bermasalah seperti pembayaran bunga obligasi rekap. "Konglomerat disubsidi, bayi yang baru lahir dibiarkan stunting. Ini harus dihentikan," papar Maruf.
Apalagi Menteri Keuangan, Sri Mulyani, kerap menyoroti stunting ini sebagai ancaman yang bisa merusak fondasi bangsa. Semestinya dia menindaklanjuti dengan menyiapkan anggaran untuk memperbaiki gizi anak dengan melalui pemberian asupan gizi di sekolah-sekolah dan keluarga miskin.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Vitto Budi
Komentar
()Muat lainnya