Strain Mpox Terbaru Memiliki Tingkat Kematian 5%
Mpox dapat menular melalui kontak fisik dengan seseorang yang terinfeksi, benda yang terkontaminasi, atau dengan hewan yang terinfeksi. Galur virus baru diketahui lebih menular dan berperilaku berbeda dari pola biasanya.
Foto: IstimewaLOS ANGELES - Keputusan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), untuk menyatakan Mpox sebagai keadaan Darurat Kesehatan Global untuk kedua kali dalam dua tahun mungkin seperti "déjà vu", sekedar pengulangan, tetapi ada perbedaan utama antara strain virus yang menyebabkan kekhawatiran internasional saat ini dan jenis yang menyebar pada tahun 2022.
Dar NBC (National Broadcasting Company) News, virus Mpox diklasifikasikan menjadi dua kelompok berbeda: klade I dan klade II.
Clade II bertanggung jawab atas wabah tahun 2022, yang telah menyebabkan sekitar 100.000 kasus di seluruh dunia.
Profesor epidemiologi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Fielding di Universitas California, Los Angeles, Anne Rimoin, menuturkan, wabah klade I lebih mematikan daripada klade 2, menewaskan hingga 10 persen orang yang sakit . Namun, wabah yang sekarang memiliki tingkat kematian yang lebih rendah.
"Dari sekitar 22.000 kasus dalam wabah di Kongo ini , lebih dari 1.200 orang telah meninggal, yang berarti tingkat kematian sedikit di atas 5 persen," tuturnya.
Sebagai perbandingan, wabah klade II di Afrika secara umum memiliki angka kematian sekitar 1 persen, dan hanya 0,2 persen kasus yang terkait dengan wabah global 2022 yang berakibat fatal.
"Tingkat keparahan penyakit tidak terlalu berkaitan dengan klade sebenarnya, tetapi lebih berkaitan dengan rute penularan, sistem imun individu, dan sumber infeksi," terang Rimoin.
Setelah Swedia pada Kamis mengumumkan kasus strain baru pertama di luar Afrika, menyusul otoritas Pakistan menyatakan hal yang sama. Sementara Beijing telah mengeluarkan ketentuan pemeriksaan lebih ketat pada pelancong yang datang hingga 6 bulan ke depan.
Namun kini, varian klade I telah menyebar secara internasional. Wabah ini dimulai pada Januari 2023 di Republik Demokratik Kongo, dan sejak itu telah mencapai 12 negara lain di kawasan tersebut.
Klade I lebih mudah menular daripada klade II dan bisa lebih parah, sehingga para ahli penyakit menular khawatir akan penyebaran internasional lebih lanjut.
"Kita seharusnya belajar dari kejadian tahun 2022 bahwa infeksi di mana pun berpotensi menjadi infeksi di mana-mana," kata Anne Rimoin.
Bagaimana versi mpox ini menyebar?
Mpox secara historis menyebar melalui beberapa cara. Yang pertama adalah melalui kontak langsung dan dekat dengan orang yang terinfeksi, seperti kontak kulit ke kulit dengan ruam atau dengan air liur atau lendir. Yang kedua adalah melalui kontak dengan bahan yang terkontaminasi. Dan yang ketiga adalah kontak dengan hewan yang terinfeksi: berburu, menjebak atau memasaknya, menyentuh hewan pengerat yang sakit atau digigit atau dicakar.
Pada tahun 2022, versi klade II yang menyebar secara global, dijuluki klade IIb, ditularkan terutama melalui kontak seksual, khususnya di kalangan pria yang berhubungan seks dengan pria.
Di Republik Demokratik Kongo baru-baru ini, klade Ib juga telah menyebar melalui hubungan seksual di antara pekerja seks perempuan dan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. Penelitian yang belum dipublikasikan atau ditinjau sejawat menghubungkan wabah di kota pertambangan timur di Kongo dengan pekerjaan seks profesional di bar.
Namun, itu bukan satu-satunya cara penularan virus. "Sebagian besar penyebaran klade I dapat terjadi karena paparan terhadap hewan dan penularan dalam rumah tangga, tetapi pengawasan yang terbatas di wilayah tempat virus itu berada membuat sulit untuk mengetahui secara pasti," kata Stuart Isaacs, seorang profesor kedokteran di University of Pennsylvania.
Isaacs mengatakan, ada bukti awal bahwa klade Ib memiliki "sifat-sifat tertentu yang memungkinkannya menyebar lebih mudah dari orang ke orang."
Seberapa parah kasus terkini?
Marc Siegel, seorang profesor kedokteran di Sekolah Kedokteran dan Ilmu Kesehatan George Washington, menyebutkan, ancaman Mpox di AS mungkin lebih ringan daripada di Afrika,
"Kondisi kesehatan mendasar penduduk di Kongo mungkin berkontribusi terhadap angka kematian kasus saat ini," katanya.
"Dengan lebih sedikit kekurangan gizi dan akses yang lebih baik ke sumber daya perawatan kesehatan, saya kira angka kematian kasus tidak akan setinggi yang kita lihat di Kongo."
"Vaksin untuk mpox juga tersedia secara luas di AS, menyusul upaya peluncuran besar-besaran pada tahun 2022. Dua dosis vaksin mpox atau infeksi klade II sebelumnya seharusnya melindungi terhadap penyakit parah dari klade I," kata Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan pada hari Rabu.
Apakah gejala mpox berbeda antar klade?
Gejala kedua klade mpox ini sulit dibedakan satu sama lain.
Penyakit ini biasanya dimulai dengan ruam yang berkembang menjadi benjolan kecil pada kulit, diikuti oleh lepuh yang berisi cairan keputihan, ciri khas penyakit ini, dan akhirnya menjadi koreng. Orang-orang mungkin juga mengalami demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri punggung, energi rendah, dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Gejala-gejala ini sering kali hilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu. Namun, pada kasus yang parah, penderita dapat mengalami lesi yang lebih besar dan menyebar, infeksi bakteri sekunder, pneumonia, radang jantung, atau pembengkakan otak. Penderita dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah dapat mengalami gejala-gejala yang tidak biasa dan memiliki risiko lebih besar untuk dirawat di rumah sakit dan meninggal dunia.
Secara historis, lesi mpox cenderung muncul di wajah, dada, telapak tangan, dan telapak kaki. Namun selama wabah tahun 2022, orang-orang sering kali mengembangkan lesi di sekitar daerah genital dan anus atau di dalam mulut dan tenggorokan, mungkin karena cara penyebaran virus pada saat itu . Lesi juga jumlahnya lebih sedikit dan secara keseluruhan kurang jelas.
Beberapa kasus semacam ini juga telah terdeteksi dalam wabah yang terjadi saat ini di Kongo.
"Ada pembicaraan bahwa ada lebih banyak orang yang memiliki lesi di sekitar alat kelamin kali ini dibandingkan wabah klade I sebelumnya," kata Amira Albert Roess, profesor kesehatan global dan epidemiologi di Universitas George Mason.
"Kita perlu waktu untuk benar-benar memahami apa yang mungkin terjadi di sini."
Redaktur: Selocahyo Basoeki Utomo S
Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 3 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
- 4 Permasalahan Pinjol Tak Kunjung Tuntas, Wakil Rakyat Ini Soroti Keseriusan Pemerintah
- 5 Meluas, KPK Geledah Kantor OJK terkait Penyidikan Dugaan Korupsi CSR BI
Berita Terkini
- Pemulangan Warga Terus Dilakukan, Kemlu: 91 WNI yang Dievakuasi dari Suriah Tiba di Tanah Air
- Ribuan Mantan Anggota Jamaah Islamiyah Deklarasi Pembubaran di Solo
- Denny JA Rumuskan 6 Prinsip Emas Spiritualitas di Era AI
- Warga Diminta Waspada, Gunung Ibu di Halmahera Barat Sudah Dua Kali Erupsi
- Meningkat, KCIC Sebut 100 Ribu Tiket Whoosh Terjual Untuk Momen Natal dan Tahun Baru