Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Soekarno dan Khittah Kemerdekaan

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya," demikian seru Soekarno dalam pidato Hari Pahlawan, 10 Nopember 1961. Jasa pahlawan akan memberikan motivasi perjuangan. Karena jasa pahlawan memberikan energi besar bagi generasi selanjutnya. Makanya, Soekarno begitu bersemangat dalam perjuangan. Semangat itulah yang menjadikan Soekarno begitu tegar dan berani dalam menentang penjajah. Lihat saja yang dikatakan,"Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia".

Selain karena pahlawan berjuang begitu tulus untuk bangsanya, dengan mengenang perjuangan pahlawan, maka bangsa ini bisa menatap masa depan bukan dengan mata buta, melainkan dengan pengamatan yang jernih dan cerdas untuk mencari peluang kemajuan dan kesejahteraan. Masa lalu sangat aktual untuk menelaah masa depan. Ini dengan tegas dinyatakan Bung Karno. "Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca bengala dari pada masa yang akan datang," seru Soekarno dalam pidato Proklamasi, 17 Agustus 1966.

Dalam menegakkan perjuangannya, Soekarno menggugah semangat nasionalisme bangsanya dengan penuh kesungguhan. Karena bagi dia, ada perbedaan antara nasionalisme borjuis di eropa dan nasionalisme yang dianut oleh pejuang anti-kolonial di dunia ketiga: Gandhi dan Sun Yat Sen. Soekarno melihat nasionalisme di eropa itu nasionalisme borjuis, yaitu suatu 'nasionalisme yang bersifat serang-menyerang, suatu nasionalisme yang mengejar keperluan sendiri, suatu nasionalisme perdagangan yang untung atau rugi'.

Khiitah Perjuangan

Baca Juga :
“Tes Keperawanan"

Khiitah perjuangan Soekarno dan para pendiri bangsa ini semata karena sebuah pengorbanan dengan penuh ketulusan, bukan pangkat dan jabatan. Soekarno tak pernah menghitung untung dan rugi dalam pengabdiannya. Semua itu diberikan ntuk Indonesia. "Tidak seorang pun yang menghitung-hitung: berapa untung yang kudapat nanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya," seru Soekarno dalam pidato Proklamasi, 17 Agustus 1956.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top