Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 16 Okt 2021, 07:13 WIB

Moda Trasnportasi Berbasis Rel Harus Menjadi Prioritas

Sejumlah penumpang duduk di dalam kereta api Railink di Stasiun Besar Medan, Sumatra Utara, Kamis (2/9/2021). Manajemen PT Railink mulai mengoperasikan kembali 20 jadwal perjalanan kereta Bandara Kualanamu per hari, setelah sempat berhenti operasi sementara sejak 21 Juli–31 Agustus 2021 yang lalu.

Foto: ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/Lmo/rwa

Infrastruktur transportasi merupakan salah satu kunci pertumbuhan perekonomian suatu negara. Dari beberapa moda transportasi darat yang ada, transportasi berbasis rel mempunyai banyak keunggulan dibanding moda lain meski pemanfaatannya belum optimal.

Sejak zaman kolonial, pemerintah Hindia Belanda sangat gencar membangun jaringan rel kereta api. Sekitar 1870-an, setelah kebijakan tanam paksa, pemerintah kolonial sudah membangun jaringan rel kereta api dengan panjang sekitar 6.500 km di Jawa dan Sumatera, namun kini tersisa 4.000 km saja.

Tujuannya jelas untuk efisiensi angkutan barang, khususnya hasil perkebunan seperti teh, kopi, dan tembakau dan juga hasil-hasil tambang. Bukan untuk mengangkut penumpang karena saat itu penduduk belum sebanyak sekarang meski kemudian juga digunakan untuk itu. Sayang sekitar 1970-an, jalur rel peninggalan pemerintah kolonial tersebut banyak dinonaktifkan.

Sejarah membuktikan, negara-negara maju saat ini seperti Inggris, Amerika Serikat (AS), Jepang, dan Tiongkok tidak bisa lepas dari peran transportasi berbasis rel ini. Di Inggris pada awal abada XIX, kereta uap sudah melaju melalui pusat-pusat industri. Kehadiran transportasi berbasis rel di AS membawa dampak signifikan pada efisiensi dan kecepatan pengiriman. Perjalanan jarak jauh dari New York di pesisir timur menuju negara bagian California di pesisir barat yang sebelumnya ditempuh dalam 1-2 bulan, bisa dipersingkat menjadi hitungan hari.

Dan salah satu sukses Tiongkok dari negara miskin di era 1970-an dan kini menjadi ekonomi terbesar kedua di dunia, tidak terlepas dari peran kereta api. Negara dengan luas daratan terbesar ke-4 di dunia tersebut, akan terus memperluas jaringan kereta apinya. China State Railway Group menargetkan membangun 200.000 km rel kereta api, termasuk 70.000 km jalur kereta api berkecepatan tinggi. Sehingga nantinya kota dengan populasi lebih dari 200.000 km akan terhubung dengan jaringan kereta api dan kota dengan penduduk di atas 500.000 akan terhubung dengan jalur kereta api cepat.

Karena itu, pembangunan transportasi berbasis rel di Indonesia, khususnya Pulau Jawa yang densitasnya sangat tinggi, harus terus dikembangkan. Sudah waktunya prioritas pembangunan jalan raya dialihkan ke transportasi berbasis rel. Jumlah penduduk yang terus bertambah, membuat jalan tol selebar apa pun akan semakin macet.

Manfaat strategis dari angkutan berbasis rel banyak sekali karena daya tariknya yang luar biasa besar dan ekonomis dibandingkan moda angkutan lain. Pembiayaan perawatan murah dan lebih panjang sehingga lebih efisien dan hemat biaya.

Kereta api lebih ramah lingkungan karena konsumsi energi kereta lebih rendah serta minim emisi gas buang CO2 dibandingkan dengan moda darat, laut dan udara. Kebutuhan lahan juga relatif lebih kecil dibanding pembangunan jalan tol atau jalan bebas hambatan lainnya.

Selain itu, kereta api juga felksibel, bisa memberi pelayanan untuk masyarakat berbagai tingkat ekonomi, dari kelas atas, menengah, hingga tingkat bawah. Melihat penting dan strategis tersebut maka transportasi berbasis rel harus menjadi agenda prioritas Indonesia di masa datang.

Redaktur: Aloysius Widiyatmaka

Penulis: M. Selamet Susanto

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.