Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Situs Kuno Liyangan

Situs Liyangan, Kompleks Pemukinan Kuno yang Terkubur Material Vulkanik

Foto : kemdikbud.go.id
A   A   A   Pengaturan Font

Di timur laut Gunung Sindoro terdapat situs kuno tempat peradaban kuno pernah hidup. Situs yang terkubur material vulkanik pada ke-9 ini menunjukkan bukti kronologis dari era pra-Hindu yang dimulai dari abad ke-2 masehi.

Penemuan Situs Liyangan terjadi pada 2008. Kala itu para penambang pasir menemukan susunan batu berbentuk candi. Selanjutnya tempat yang berada di Dusun Liyangan, Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo itu ditutup untuk pertambangan galian C dan ditetapkan sebagai cagar budaya.

Dinamakan Situs Liyangan karena berada dusun tersebut. Dari hasil analisa, kompleks pemukiman ini terkubur oleh letusan Gunung Sindoro. Situs ini memang hanya berjarak 8 kilometer dari puncak gunung yang memiliki ketinggian 3.250 mdpl itu.

Ketika ditemukan, Situs Liyangan tertimbun tanah dengan kedalaman sekitar 5-6 meter. Penemuan bangunan lebih lanjut membuat luas situs ini mencapai 8,12 hektare belum termasuk zona penunjang yang luasnya sekitar 18 hektare.

Kini Liyangan telah menjadi desa wisata dengan adanya tempat wisata lain seperti kolam renang dari air mata alami. Tempat ini banyak didatangi para siswa dan mahasiswa untuk melihat sisa peninggalan masa lalu. Di sini mereka juga dapat mengikuti lokakarya (workshop) berupa pengenalan Situs Liyangan dan juga cara pemeliharaan dan pengamanan dari situs peninggalan zaman dahulu.

Situs Liyangan terbuka untuk pengunjung yang ingin mengetahui sekaligus melihat langsung bagaimana peninggalan peradaban zaman dahulu. Perawatan dan penjagaan situs ini dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan masyarakat sekitar.

Masyarakat di Dusun Liyangan membuka lahan parkir dengan tarif 3.000 rupiah untuk sepeda motor dan 5.000 rupiah untuk kendaraan roda empat. Sementara untuk masuk lokasi wisata budaya dan sejarah belum dikenakan tiket masuk biasa alias gratis.

Menurut laman lembaga tersebut, Situs Liyangan merupakan salah satu bagian sejarah Mataram kuno. Kompleks pemukiman yang diperkirakan ada antara abad ke-6 hingga abad ke-10 masehi. Kemungkinan lain sudah ada sejak masa pra-Hindu sekitar abad ke-2 hingga masa kejayaan kerajaan Mataram Kuno pada abad ke-11 masehi. Hal ini dibuktikan berdasarkan penanggalan karbon dari arang kayu yang ditemukan.

Dari penanggalan karbon itu, Situs Liyangan dinilai termasuk dalam situs tertua di Indonesia. Hal ini terlihat dari bangunan yang masih polos dan minim relief yang terlihat dari pagar batu, yang diduga berasal dari era pra-Hindu. Seiring waktu bangunan di tempat ini semakin kompleks dengan adanya relief rumit seperti pada bangunan.

Dari penanggalan karbon disimpulkan Situs Liyangan memang sangat tua, dengan rentang kronologi antara abad ke-2 hingga ke-9 masehi dari masa pra-Hindu sampai kejayaan Mataram kuno. Bukti peninggalan pra-Hindu diketahui oleh adanya arca dengan pembuatan yang masih kasar.

Dari arca kasar tersebut sekaligus menjadi petunjuk penghuni Situs Liyangan pernah menganut kepercayaan animisme dan dinamisme, sebuah kepercayaan terhadap kekuatan di luar diri manusia, sebelum agama Hindu tiba. Kepercayaan ini hidup pada masa pra Hindu-Buddha.

Prasasti Rukam

Situs Liyangan yang berada di ketinggian rata-rata 1.200 mdpl, terkubur erupsi Gunung Sindoro pada abad ke-9. Menurut catatan vulkanolog Indonesia dan Jepang, tidak ada letusan Gunung Sindoro sebelum 1806. Jaraknya yang dekat dengan kawah, membuat situs ini rawan bencana.

Berbeda dengan beberapa situs lain yang hanya ditemukan tempat ibadah saja, di tempat ini terdapat peninggalan meliputi area hunian, area peribadatan, dan area pertanian. Pada area hunian, ditemukan sisa hunian dari bahan kayu, bambu, dan ijuk. Sisa hunian ini mengindikasikan dulunya pernah berdiri rumah-rumah model panggung.

Ditemukan juga perkakas rumah tangga, berupa gerabah, fragmen keramik dari Tiongkok berupa pecahan guci kuno dari zaman Dinasti Tang yang berkuasa pada abad ke-9 atau abad ke-10. Ditemukan juga satu buah lonceng yang terbuat dari perunggu, yang diperkirakan fungsinya untuk mengumpulkan warga.

Area peribadatan paling menonjol di Situs Liyangan yang meliputi bangunan bangunan berbahan batu seperti candi, struktur batur-batur, dan petirtaan. Berdasarkan rentang kronologis, Situs Liyangan yang panjang menjadi tempat hidup peradaban dari era pra-Hindu hingga era Hindu masa Kerajaan Mataram kuno.

Unsur unsur pra-Hindu tampak dari bentuknya yang berundak teras. Hasil penelitian, sampai saat ini ditemukan empat teras atau dapat pula disebut halaman. Unsur pra-Hindu adalah dominasi struktur berbahan batu besar (boulder) dan ditemukannya arca tipe Polinesia.

Sementara itu area pertanian berada di sisi area sisi barat dan selatan diluar area pemujaan yang dilengkapi dengan struktur-strukturbouldersebagai penguat dinding lahan, sekaligus sebagai batas lahan. Temuan itu didasarkan pada jejak-jejak yang ditemukan meliputi bentuk lahan, sistem pengairan, peralatan pertanian, dan temuan temuan tumbuhan dan bahan panganan dalam bentuk arang.

Selain itu di sana juga ada yoni pipih bundar berdiameter 2 meter yang berperan sebagai jantung pertanian kuno karena berada di tempat yang paling tinggi. Yoni itu juga diduga sebagai pusat tempat upacara sebelum bertani.

Dalam periode Hindu-Buddha, peradaban Liyangan memang beriringan dengan tumbuh dan berkembangnya Kerajaan Mataram kuno, khususnya di masa Rakai Watukura Dyah Balitung dan Rakai Layang Dyah Tlodhong atau Tulodong. Rakai Watukura Dyah Balitung dikaitkan dengan Prasasti Rukam (907 M) yang ditemukan di Desa Parakan, Temanggung.

Dalam prasasti itu ada bagian yang dikaitkan dengan Situs Liyangan yaitu "Wanua i rukam wanua wanua i drio sanka yan hilan deni guntur". Artinya dari prasasti itu adalah "Desa Rukam yang termasuk wilayah Kutanagara atau negeri ageng, telah hancur oleh letusan gunung".

Situs Liyangan yang terkubur material vulkanis itulah yang selalu dikaitkan dengan prasasti tersebut. Namun hal ini masih diperlukan penelitian lebih lanjut. Ditemukannya bagunan dalam posisi terkubur material gunung api kemungkinan telah mendukung prasasti itu.

Bukti lain dari, terkubur letusan Gunung Sindoro adalah ditemukannya biji-biji padi yang sudah hangus menjadi arang. Hangusnya padi tersebut diperkirakan karena lahar panas dari erupsi Gunung Sindoro yang sampai ke pemukiman kuno.

Tidak ditemukannya kerangka manusia yang terkubur letusan Gunung Sindoro kemungkinan masyarakat sudah mengungsi sebelum bencana datang. Oleh karenanya masyarakat Liyangan disebut telah memiliki pengetahuan tentang mitigasi bencana. Sehingga sebelum gunung itu meletus, mereka telah menyelamatkan diri mereka, harta dan hewan ternak mereka untuk mengungsi ke daerah lain.

Prasasti Rukam menyebutkan juga Dyah Tlodhong dikaitkan dengan Liyangan karena sebutan gelarnya yaitu Raka i Layang. Kemungkinan Daksa mengangkat Tlodhong sebagai putra mahkota setelah mengalahkan Balitung (908 M). Pada waktu itu Tlodhong menjadi penguasa daerah Layang yang mungkin juga lebih dikenal sebagai daerah layangan.

Secara linguistik, kata "layangan" dan "liyangan" sangat dekat dan menjadi pertimbangan untuk mengatakan bahwa Liyangan adalah layang, daerah yang menjadi tempat asal Dyah Tlodhong. Jika hal ini benar, maka Situs Liyangan merupakan daerah Watak yang salah satu penguasanya Dyah Tlodhong, salah satu raja Mataram menggantikan Pu Daksa, setidaknya sejak 919 M hingga 928 M. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top