Si ALaDin Angkat Potensi Permukaan Air Laut Dingin untuk Wisata
Foto tangkapan layar Inovator Penerima Program Dana Padanan Akademik dari Universitas Diponegoro (Undip), Anindya Wirasatriya.
Foto: Koran Jakarta/Muhamad MarupJAKARTA - Inovator Penerima Program Dana Padanan Akademik dari Universitas Diponegoro (Undip), Anindya Wirasatriya, membuat Sistem Monitoring IoT dan Peramalan Air Laut Dingin (Si ALaDin) untuk mengangkat potensi permukaan air laut untuk wisata. Si ALaDin dikembangkan untuk memanfaatkan fenomena air laut dingin yang unik di Kabupaten Alor.
"Kami menemukan di Alor itu ada fenomena unik ternyata di sana permukaan lautnya itu suhunya itu bisa turun sampai kira-kira 15 derajat Celcius atau bahkan kurang. Nah, dari sisi scientific ini tinggi sekali penelitian ini karena satu-satunya di dunia," ujar Anindya, dalam SMB: Akselerasi Riset dan Inovasi Kampus dengan Dana Padanan-Kedaireka, yang diakses Senin (30/9).
Dia mengaku, saat itu pihaknya belum terpikir manfaat dari penelitian atas fenomena tersebut. Hingga akhirnya muncul sebuah ide untuk membuat destinasi wisata dari fenomena tersebut.
Anindya menerangkan, ketika fenomena tersebut terjadi, masyarakat bisa memanfaatkannya untuk mengambil ikan dengan mudah karena ikan dalam kondisi pingsan akibat perubahan suhu. Di sisi lain, lumba-lumba kerap mendekat ke lokasi untuk mencari makan dan menurutnya hal tersebut bisa menjadi potensi wisata.
"Masalahnya sekarang ini mereka belum bisa memanfaatkan Kenapa karena terjadinya ini singkat dan waktunya tidak dapat diprediksi saat sebelumnya," terangnya.
Dia menerangkan, dalam Program Dana Padanan-Kedaireka dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), pihaknya menggandeng Dinas Pariwisata Kabupaten Alor untuk pemanfaatan fenomena permukaan air laut dingin tersebut. Dengan adanya Si ALaDin memungkinkan untuk monitoring suhu air laut secara real time.
"Jadi bisa dipantau suhunya dan sebagainya termasuk meramalkan kejadian Alor. Sehingga nantinya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Alor dan sekitarnya kira-kira gitu," jelasnya.
Anindya mengungkapkan, selain jarak, salah satu tantangan terbesar dalam penelitian adalah kondisi alam mengingat laut di Alor memiliki arus yang deras. Pihaknya memiliki tiga sistem Si ALaDin yaitu dengan dilepas di laut, ditempatkan di dermaga, dan di ujung selat.
"Jadi yang dilepas di laut itu hanyut. Dua kami pasang satu hanyut hilang satu hanyut masih bisa kami bawa tarik balik tapi ya rusak juga akhirnya gitu. Jadi sekarang yang bertahan cuma satu sistem yang di dermaga itu sampai sekarang masih berfungsi jadi masih bisa dimanfaatkan oleh masyarakat," ungkapnya.
Dia mengapresiasi adanya dukungan dari Program Dana Padanan-Kedaireka atas penelitian tersebut. Meski demikian, dia berharap mendapat dukungan pemerintah bisa memperhatikan lebih jauh fenomena alam di Alor tersebut sehingga bisa berpotensi untuk wisata.
"Semoga ini mungkin melalui Kedaireka lagi gitu saya bisa mengangkat Alor untuk bisa menjadi destinasi wisata super prioritas yang keenam gitu mengingat fenomena lautnya yang unik," tuturnya.
Evaluasi Pendanaan
Terkait Program Dana Padanan-Kedaireka, Anindya mengapresiasi adanya rencana perubahan basis pendanaan dengan memperhatikan output atau luaran penelitian. Menurutnya, hal-hal administratif dalam keuangan memang menjadi tantangan tersendiri bagi peneliti.
"Jadi yang ditagih output-nya gitu ya itu menurut saya lebih menarik untuk para peneliti ke depannya," ucapnya.
Sementara itu, Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbudristek, Tjitjik Srie Tjahjandarie, menerangkan, Program Dana Padanan-Kedaireka telah mampu menjadi daya ungkit kolaborasi riset perguruan tinggi dengan industri. Hal tersebut terlihat dari peningkatan Global Innovation Index Indonesia.
"Meski ada tantangan kita melihat terobosan dari program ini bisa jadi daya ungkit dari inovasi Indonesia. Cukup berhasil untuk mengangkat perkembangan Iptek yang ada di Indonesia," katanya.
Tjitjik memastikan, pihaknya terus mengevaluasi program tersebut setiap tahunnya. Hal tersebut untuk mencari solusi atas kelemahan kolaborasi perguruan tinggi dan industri, salah satunya terkait pendanaan.
"Secara bertahap kita akan mengajukan mulai tahun depan bisa menerapkan satuan biaya berbasis pengeluaran, tidak rigid administratif. Itu kendala terbesar kita melaksanakan proyek yang menggandeng DUDI dengan kita yang bersumber APBN," sebutnya.
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Muhamad Ma'rup
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Sejumlah Negara Masih Terpecah soal Penyediaan Dana Iklim
- 3 Ini Kata Pengamat Soal Wacana Terowongan Penghubung Trenggalek ke Tulungagung
- 4 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 5 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
Berita Terkini
- Haris Azhar Temukan Data Dugaan Politisasi Hukum di Pilkada Banten
- Ini Rekomendasi Liburan Akhir Pekan di Jakarta, Ada Konser K-pop 2NE1
- Kemenparekraf Aktivasi Keep the WonderxCo-Branding Wonderful Indonesia
- UMP DKI Jakarta 2025 Diumumkan Setelah Pilkada
- Trump Pilih Manajer Dana Lindung Nilai Scott Bessent sebagai Menteri Keuangan AS