Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Minggu, 12 Sep 2021, 13:32 WIB

Setelah 17 Tahun Munir Terbunuh, Kasusnya Tetap Jadi Misteri

Munir, tokoh pembela HAM yang meninggal dalam perjalanan menuju Belanda pada tahun 2004.

Foto: Istimewa

JAKARTA - Tanggal 7 September 2021, tepat 17 tahun Munir Said Thalib, seorang Pembela Hak Asasi Manusia, dibunuh. Terbunuhnya Munir dalam perjalanan menuju Belanda, pada 2004 silam masih menyisakan misteri dan luka mendalam.

"Terlebih, hingga saat ini negara belum juga mengungkap siapa dalang di balik pembunuhannya, serta mengungkap motif atas tindakan pembunuhan politik tersebut," kata Deputi Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Andi Muttaqien dalam keterangannya yang diterima Koran Jakarta, Minggu (12/9).

Menurut Andi, tahun ini, tepat jelang satu tahun sebelum kadaluwarsanya kasus pembunuhan Munir. Kata dia, dibutuhkan komitmen dan upaya serius dari negara untuk segera menuntaskan kasus Munir tersebut.

"Sebelum pada akhirnya menjadi impunitas baru, sebagaimana yang terus terjadi pada mandeknya penyelesaian kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM yang berat di Indonesia, yang secara konsisten telah diperjuangkan Munir semasa hidupnya," katanya.

Padahal, lanjut Andi, Pelapor Khusus PBB untuk Pembela HAM (2018) dalam laporannya menegaskan bahwa memerangi impunitas adalah kewajiban yang berasal dari perlindungan hak atas keadilan. Dan sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi pembela HAM. Dalam memastikan hal itu, yang terpenting adalah adanya kemauan politik dari negara.

"Tanpa itu, tindakan lain tidak akan cukup dan mungkin tidak efektif, untuk memerangi impunitas atas pelanggaran HAM yang dialami oleh para pembela HAM," ujarnya.

Lebih jauh dikatakannya, negara-negara harus mengambil tindakan tegas untuk mengakhiri impunitas dalam kasus kekerasan atau pembunuhan terhadap pembela HAM. Sebab langkah ini memungkinkan untuk memutus siklus kekerasan, yang akan memperkuat kepercayaan pada institusi (negara) dan demokrasi itu sendiri.

"Baru-baru ini dalam laporan yang berjudul Final warning: death threats and killings of human rights defenders, Pelapor Khusus PBB untuk Pembela HAM, Mary Lawlor pada tahun 2021, mengkritik kurangnya kemauan politik untuk mencegah pembunuhan terhadap pembela HAM," kata Andi.

Menurutnya, jika negara tidak memiliki kemauan politik untuk menyelidiki pembunuhan terhadap pembela HAM dengan benar, melakukan penuntutan kejahatan, dan meminta pertanggungjawaban kepada pelakunya, maka negara tidak dapat untuk mencegah pembunuhan serupa. di masa depan. Sayangnya, sangat sedikit dari mereka atau pelaku yang bertanggung jawab terhadap pembunuhan terhadap pembela HAM, yang pernah dimintai pertanggungjawaban.

"Lebih jauh, laporan ini juga mengidentifikasi bahwa impunitas telah menjadi pendorong utama semakin banyaknya jumlah pembunuhan politik terhadap pembela HAM, karena pihak berwenang gagal dalam kewajiban mereka untuk mencegah pembunuhan ini, akibat kegagalan mereka mengadili para pelaku dengan benar," tuturnya.

Langkah gamang pemerintah dalam penyelesaian kasus Munir, kata dia, juga memperlihatkan gambaran serupa dengan apa yang disampaikan Pelapor Khusus PBB tersebut. Seiring dengan belum tuntasnya pengungkapan kasus Munir, kekerasan dan ancaman terhadap pembela HAM juga terus membayangi kerja-kerja pembela HAM di berbagai sektor, termasuk sektor lingkungan hidup.

"Situasi ini pada dasarnya mengindikasikan semakin menguatnya impunitas bagi para pelaku pelanggaran HAM dan merosotnya komitmen pemerintah serta institusi penegak hukum untuk menyelesaikan setiap kasus pelanggaran HAM terhadap pembela HAM," katanya.

Redaktur: Marcellus Widiarto

Penulis: Agus Supriyatna

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.