Sensasi 'Ngafe' di Perut Bumi
Foto: koran jakarta/arif suhartoSensasi menikmati secangkir kopi hangat di dalam gua, bisa terlaksana di Goa Lawa Purbalingga, Jawa Tengah.
Begitu meniti anak tangga yang memasuki perut bumi, tepat di pintu gua, pengunjung dipersilakan untuk santai menikmati secangkir kopi dengan camilan nanas bakar. Lava Café jadi tempat nongkrong mereka yang baru saja usai menyusuri Goa Lawa.
Berwisata ke Purbalingga, Jawa Tengah, jangan lewatkan untuk mendatangi Goa Lawa Purbalingga (Golaga). Tempat ini merupakan keajaiban alam di Indonesia, terbentuk dari lava pegunungan aktif yang meleleh selama ribuan tahun.
Proses pendinginan lava inilah yang mengakibatkan batuannya keras dan kuat dengan warna hitam tanpa memunculkan stalagtit dan stalagmit. Bukti-bukti geologis mengungkap, kalau Gunung Slamet di Jawa Tengah mengalami erupsi. Letusannya bersifat efusif dan bukan eksplosif. Fenomena itulah yang diperkirakan oleh ahli geologi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Jateng, Siswandi, juga terjadi di Gunung Slamet pada 200 ribu tahun yang lalu. Menurutnya, Gunung Slamet ketika itu mengalami erupsi efusif.
Aliran lava ke mana-mana, hampir di seluruh lereng baik ke arah selatan, timur, utara, dan barat. Berlokasi di lereng Gunung Slamet, gua yang berhawa sejuk ini jadi daya tarik wisata alam. Lingkungan seputar gua tertata apik, asri dan alami dengan hamparan rumput yang hijau di bawah rindangnya pohon pinus.
Sebelum masuk ke gua, pengunjung bisa bersantai di bawah pohon rindang, atau fotofoto di tenda mewah yang berada di atas pohon. Proses pembentukan Goa Lawa berbeda dengan gua kapur. Kalau gua kapur terbentuk dari pelarutan oleh air yang kemudian memunculkan lubang, sedangkan Goa Lawa dari sungai lava. Jenis bebatuannya juga beda. Jika di gua kapur yang merupakan kawasan karst, batu gamping dengan kandungan karbonat, sementara Goa Lawa kandungannya adalah silika atau kalsedon.
Menurut pemandu gua, Sepka, gua tersebut sebetulnya baru mulai diketahui tahun 1978. Ketika itu, ada petani Desa Siwarak di Kecamatan Karangreja yang melihat ribuan kelelawar beterbangan dari sebuah lubang. Karena penasaran, warga kemudian melakukan penelusuran dan ternyata menemukan sebuah lubang besar yang ternyata adalah gua sebagai sarang kelelawar.
Akhirnya, Pemkab Purbalingga menamakannya Goa Lawa dan diresmikan sebagai destinasi wisata pada 30 November 1979. Setelah ditangani secara baik, sekarang tempat tersebut menjadi tujuan wisata yang bisa untuk mengadakan berbagai kegiatan, seperti acara keluarga, reuni, outbound, kumpul-kumpul komunitas dan yang lainnya.
Bahkan yang mau menginap tersedia tenda mewah, rumah pohon, dan yang paling terkenal adalah kafe di dalam gua. Lava Cafe, menyediakan beberapa meja dan kursi layaknya kafe biasa.
Cahaya lampu dibuat sedemikian rupa, dan cahaya matahari jadi penerang utama. Duduk di meja, memesan secangkir kopi dan nanas bakar, semilir angin gua bertiup dan tetes air dari atap gua menetes membasahi meja. Sesekali terdengar cicit kelelawar di kedalaman gua. Inilah sensasi menikmati kopi di perut bumi.
Buat yang tergoda ingin menikmati nuansa tersebut silakan meluncur ke Desa Siwarak, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, dimana lokasi gua tersebut berada. Berjarak sekitar 25 kilometer dari pusat kota Purbalingga dan bisa ditempuh dengan mudah selama satu jam perjalanan. Jam buka mulai pukul 08.00 - 17.00 WIB setiap hari.
Legenda dan Proses Terbentuknya Goa Lawa Sungai lava adalah aliran lahar yang keluar dari kepundan atau kawah gunung api yang mengalir menuruni lereng gunung api menuju tempat yang lebih rendah. Lava adalah material berupa cairan panas yang berpijar-pijar, yang bila mendingin menjadi batu. Goa Lava secara geologi terbentuk dari fenomena sungai lava.
Pada awal proses pembentukkannya, lava keluar dari kepundan Gunung Api Slamet Purba. Lava mengalir menuruni lembah membentuk sungai. Saat lava keluar ke permukaan maka seketika membeku dan mengeras menjadi batu. Tetapi tidak demikian pada bagian dalam lava. Ia masih cair dan bersifat seperti layaknya cairan, mengalir menuju tempat yang lebih rendah.
Maka ketika bagian dalam lava yang cair ini mengalir yang tertinggal bagian lava yang mengeras menjadi batu itu menjadi selubung dan kubahkubah keras. Ruang di bawah selubung dan kubah batu ini yang kemudian menjadi ruang kosong, yang pada akhirnya menjadi gua. Goa Lawa Purbalingga merupakan gua yang tersusun dari batuan lava. Dari struktur batuan pembentuknya, gua lava (lava tube) hanya ada di Purbalingga dan Bali.
Hasil survei keguaan dengan metode Lead Frog Method dan pengukuran Chamber menggunakan metode poligon terbuka, luas ruangan Goa Lawa 6.683 meter persegi dengan panjang dari ujung ke ujung 1.200 meter. Semua bagian gua terbentuk dari lava gunung yang membeku. Lorong lava terbentuk pada aliran lava basal yang relatif encer dengan viskositas rendah, dan pada bagian permukaannya telah mengerak dan membeku.
Sementara pada bagian dalamnya masih cair dan panas dengan suhu lebih dari 1.100 derajat celcius, dan tetap mengalir sehingga pada akhirnya menyisakan ruang berbentuk ruang atau tabung (tube). Sembilan Batu Selain sebagai fenomena alam dengan karakteristik fisik dan proses yang khas, juga tersimpan kisah-kisah legenda di dalamnya. Kolaborasi antara karakter fisik dan legenda-legenda tokoh mencirikan Goa Lawa sebagai lokasi yang universal antara perilaku alam dan budaya.
Bentuk-bentuk batuan dan ruang di dalam Goa Lawa menceritakan gambaran tokoh dan imajinasi. Semua bagian tersebut mempunyai kisah legenda tersendiri. Memang kadang sulit untuk mengaitkan kronologi budaya dalam legenda tersebut, tetapi legenda sudah menunjukkan bahwa Goa Lawa sebagai warisan alam mendapat perhatian dan sentuhan dari manusia.
Para mubalig diyakini bersembunyi di dalam goa dalam mengadakan musyawarah untuk menyebarkan agama Islam. Hal ini dibuktikan dengan adanya sembilan batu sebesar meja yang berada di dalam goa. Konon ada sembilan kyai yang menguasai lereng-lereng gunung Slamet. Mereka sering menggunakan ruangan di dalam gua untuk bermunajat memohon petunjuk kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ada beberapa ruangan, di antaranya Lorong Panembahan yang digunakan untuk bersemedi dan ruang Langgar yang digunakan untuk sholat. Juga ada Pancuran Slamet dan Sendang Drajat yang digunakan untuk mensucikan diri sebelum mereka bermunajat. Seiring berjalannya waktu, sembilan batu besar itu tertimbun lumpur hingga menyisakan gundukan-gundukan kecil.
Sebelum proses pemugaran di dalam goa juga sering digunakan warga sekitar untuk bertapa hingga sekarang. Di dalam Goa Lawa terdapat Goa Ratu Ayu. Konon, di dalam goa ini ada dua orang wanita cantik yang bernama Endang Murdaningsih dan Endang Murdaningrum. Kedua Putri cantik itu memiliki tiga ekor binatang kesayangan, berupa tiga ekor harimau. Seekor putih, seekor hitam, dan seekor lagi kuning bunga asem.
Penduduk di sekitaran goa pada malam-malam tertentu banyak yang melihat harimau kesayangan Ratu Ayu berkunjung ke rumah Kepala Desa, yang dapat berwawancara langsung dengan Kepala Desa Siwarak bersama isterinya dan beberapa orang yang sedang bertugas ronda desa. Bagian lainnya ada Goa Cepet. Dahulu beberapa kali ada warga yang hilang selalu ditemukan di gua ini .
Orang yang masuk gua ini juga sering tersesat dan sukar untuk keluar. Gua yang berada di atas jalan utama ini memiliki ruangan yang cukup luas dan terdapat beberapa lobang yang tembus ke gua lain hingga gua ini dinamakan Goa Cepet atau Goa Makhluk Halus.
Goa Langgar, bagian dari Goa Lawa yang dulu digunakan oleh Wali Songo untuk melakukan ibadah. Hingga dilakukan pemugaran di Goa Langgar juga sering di untuk melakukan doa bersama. Keunikan lain dari gua ini adalah saat pengunjung melihat dari sekitar Goa Batu Keris maka akan tampak atas gua seperti kubah masjid. Goa Waringin Seto yang juga ada di dalam Goa Lawa, dinding batuannya yang bentuknya mirip sekali dengan pohon beringin berwarna putih. Batuan ini kemudian diberi nama Waringin Seto.
Penamaan ini menggambarkan bentuk pohon yang seperti beringin, mulai dari daun hingga bentuk batangnya. Waringin Seto sendiri merupakan pohon kehidupan yang memberikan perlindungan dan pengayoman. Pancuran Slamet dan Sendang Drajat. Pancuran air yang tidak pernah kering, pengunjung biasanya mencuci muka dengan air yang mengalir dari pancuran ini.
Balai Pertemuan Agung Balai Pertemuan Agung atau Gangsiran Bupati Guntur Daryono, memiliki ruangan lebar dan terdapat sembilan batu besar menyerupai meja. Ruangan ini pernah dipakai kegiatan peragaan busana (fashion show) dan lainnya.
Goa Dada Lawa, tempat ini dulunya merupakan sarang kelelawar yang menghubungkan antara Goa Dada Lawa dan Istana Lawa. Sebelum keluar masuk gua biasanya kelelawar beterbangan di Istana Lawa. Saat ini wisatawan bisa melihat banyaknya kelelawar yang bergelantungan di lorong yang terletak di depan Goa Dada Lawa bagian atas. ars/R-2
Redaktur:
Penulis:
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Regulasi Baru, Australia Wajibkan Perusahaan Teknologi Bayar Media Atas Konten Berita
- 2 Ini yang Dilakukan Pemkot Jaksel untuk Jaga Stabilitas Harga Bahan Pokok Jelang Natal
- 3 RI Harus Antisipasi Tren Penguatan Dollar dan Perubahan Kebijakan Perdagangan AS
- 4 Terapkan SDGs, Perusahaan Ini Konsisten Wujudkan Sustainability Action Plan
- 5 Kemendagri Minta Pemkab Bangka dan Pemkot Pangkalpinang Siapkan Anggaran Pilkada Ulang Lewat APBD
Berita Terkini
- Kenali Gejala Rematik, IDI Burmeso Bagikan Cara Pengobatannya
- Paus Fransiskus Terima PM Lebanon Bahas Gencatan Senjata dengan Israel
- Banjir Rob Makin Tinggi, Warga Muara Angke Pilih Mengungsi
- Diikuti 2.667 Karya, Ini Daftar Lengkap Pemenang Anugerah Jurnalistik Pertamina 2024
- Prabowo Dinilai Tetap Komitmen Lanjutkan Pembangunan IKN