Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Semoga Tidak Pecah Perang, Pesan Tiongkok ke Filipina: Berhenti Lakukan Provokasi

Foto : ANTARA/Desca Lidya Natalia

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing, Tiongkok pada Senin (24/6).

A   A   A   Pengaturan Font

Beijing - Kementerian Luar Negeri Tiongkok kembali meminta agar Filipina berhenti melakukan provokasi pasca insiden terakhir di Laut Tiongkok Selatan diikuti pernyataan Presiden Ferdinand Marcos yang menyebut negaranya tidak akan terintimidasi oleh siapa pun.

"Pesan kami kepada Filipina sangat jelas, berhenti melanggar hak-hak Tiongkok, berhenti melakukan provokasi dan berhenti menyesatkan dunia," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing pada Senin.

Pada Senin (17/6), terjadi insiden antara Angkatan Laut Filipina dan Garda Penjaga Pantai Tiongkok di sekitar pulau karang yang disebut Tiongkok dengan nama "Ren'ai Jiao", sedangkan oleh Filipina sebagai "Beting Ayungin" sebagai bagian dari Kepulauan Spratly di Laut Tiongkok Selatan yang disengketakan kedua negara, selain juga beberapa negara Asia Tenggara lain.

Seorang pelaut Filipina kehilangan ibu jarinya dalam bentrokan tersebut. Manila juga menuduh para penjaga pantai Tiongkok menggunakan pisau, tongkat dan kapak serta mencuri atau merusak peralatan di kapal mereka, termasuk senjata dan perahu karet.

Menyusul bentrokan itu, pada Minggu (23/6), Presiden Ferdinand Marcos di markas besar pasukan Filipina di Puerto Princesa, Pulau Palawan, wilayah daratan terdekat dengan perairan dangkal tersebut mengatakan "kami tidak akan pernah terintimidasi atau ditindas oleh siapa pun".

"Kami telah berkali-kali menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana posisi kami. Jika Filipina benar-benar ingin bertindak sesuai dengan hukum internasional, pertama-tama Filipina harus mematuhi perjanjian yang mendefinisikan wilayahnya, termasuk Perjanjian Damai tahun 1898 antara Amerika Serikat dan Kerajaan Spanyol, dan mematuhi Declaration of Conduct (DOC)," tambah Mao Ning.

Saat berada di Pulau Palawan, Marcos juga mengatakan bahwa Filipina Filipina tidak akan memulai konflik terbuka ataupun menyerah kepada tekanan asing serta tidak akan menggunakan kekerasan atau intimidasi di perairan yang disengketakan.

Marcos pun memberikan medali kepada 80 pelaut yang berpartisipasi dalam misi pasokan, mendorong mereka untuk "terus menjalankan tugas membela negara" meskipun ia mengakui situasinya semakin "berbahaya".

Selanjutnya, Mao Ning menegaskan Ren'ai Jiao adalah bagian dari Nansha Qundao milik Tiongkok.

"Ren'ai Jiao adalah wilayah Tiongkok. Filipina harus berhenti melakukan provokasi dan pelanggaran terhadap kedaulatan Tiongkok, kembali ke jalur yang benar dalam menyelesaikan perbedaan maritim dengan baik melalui negosiasi dan konsultasi sesegera mungkin dan bekerja sama dengan Tiongkok untuk menegakkan perdamaian dan stabilitas di Laut Tiongkok Selatan," ungkap Mao Ning.

Ren'ai Jiao terletak sekitar 200 kilometer dari Pualu Palawan dan lebih dari 1.000 kilometer dari daratan utama terdekat Tiongkok, yaitu Pulau Hainan.

Pemerintah Tiongkok mengklaim memiliki hak kedaulatan dan yurisdiksi atas kepulauan yang disebut "Nanhai Zhudao" di Laut Tiongkok Selatan yaitu terdiri dari Dongsha Qundao, Xisha Qundao, Zhongsha Qundao dan Nansha Qundao atau lebih dikenal sebagai Kepulauan Pratas, Kepulauan Paracel, Kepulauan Spratly dan area Tepi Macclesfield.

Sejak 1999, Filipina menempatkan kapal perang BRP Sierra Madre sebagai "markas terapung" bagi penjaga pantai Filipina di terumbu karang Ren'ai Jiao dan mengirim orang untuk mengisi perbekalan di markas terapung tersebut.

Laut Tiongkok Selatan hingga saat ini masih menjadi titik panas permasalahan di kawasan karena Tiongkok mengklaim hampir seluruh perairan di Laut Tiongkok Selatan. Negara-negara anggota ASEAN yaitu Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam, dan Filipina juga mengklaim wilayah tersebut.

Terbaru, pemerintah Tiongkok memberlakukan aturan baru operasi mereka di Laut Tiongkok Selatan. Berdasarkan pedoman baru itu, Tiongkok bisa menahan tersangka pelanggar hingga 60 hari.

Undang-undang yang sudah diterbitkan sejak 2021 itu mengatur soal izin bagi penjaga pantai Tiongkok yang dapat menembaki kapal asing, menghancurkan bangunan negara lain yang didirikan di atas terumbu karang yang diklaim milik Tiongkok dan hak untuk memeriksa kapal asing di perairan yang disebut kepemilikan Tiongkok.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top