Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sumber Pembiayaan - Perbankan Belum Leluasa Lakukan Sekuritisasi KPR

Sekuritisasi KPR Masih Tertinggal

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

BADUNG - Pengembangan sekuritisiasi aset Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Indonesia masih memerlukan harmonisasi peraturan yang lebih memadai agar sumber pendanaan perumahan bagi masyarakat dapat lebih beragam, tidak hanya mengandalkan sumber konvesional dari perbankan

"Pasar sekuritisasi aset sebagai pembiayaan sekunder di Indonesia masih tertinggal dengan negara-negara Asia lainnya, seperti Malaysia dan Jepang," kata Direktur Utama PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), Ananta Wiyogo, dalam seminar "2017 ASEAN Fixed Income Summits" (AFIS) di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis (7/9).

Padahal sekuritisasi KPR digadang-gadang menjadi alternatif pendanaan bagi pembiayaan perumahan. Di Indonesia, masih terdapat kekurangan kebutuhan perumahan bagi masyarakat (backlog) sebesar 11,4 juta unit dan kebutuhan pendanaan yang terus meningkat setiap tahunnya. "Kita perlu melihat gambaran pembiayaan sekunder perumahan di Malaysia yang sudah lebih maju, begitu juga di Jepang," ujarnya.

Ananta mencontohkan perusahaan pembiayaan sekunder di Malaysia, Cagamas, terus berkembang karena di Negeri Jiran tersebut peraturannya sudah memadai. Misalnya, Cagamas dapat memperoleh dana dari penerbitan obligasi berdenominasi mata uang asing seperti dolar AS ataupun Yuan.

"Kenapa dia bisa? karena Cagamas punya peringkat obligasi yang sama dengan obligasi negaranya. Dengan begitu, dia bisa dapet dollar AS, tapi bisa langsung dilindung nilai (hedging), jadinya lebih aman ke ringgit Malaysia," papar Ananta. SMF, kata Ananta, sedang mengupayakan kemudahan pendanaan itu juga dapat dilakukan di Indonesia. "Indonesia belum bisa seperti itu.

Kita lebih ingin seperti itu (ada lindung nilai), kami coba sedang mengkaji" ucapnya. Selain itu, kata Ananta, sekuritisasi aset KPR di Indonesia belum begitu membumi. Dia membandingkan dengan Jepang, yang memiliki pasar sekuritisiasi lebih dewasa (mature).

Di Jepang, sekuritisasi KPR berjalan terus menerus karena pemahaman bahwa pendanaan KPR membutuhkan jangka waktu panjang yang sesuai dengan sekurtisasi aset di pasar modal. "Jepang juga dapat memberikan fixed rate satu persen untuk 35 tahun."

Belum Leluasa

Dari sisi pasokan (supply), Ananta mengakui perbankan masih belum leluasa untuk melakukan sekuritisasi KPR. Penyebabnya, sekuritisasi KPR disyaratkan untuk aset KPR dengan kualitas bagus, sehingga perbankan bisa ragu-ragu untuk memindahkan aset piutang berkualitas bagus ke instrumen pembiayaan sekunder seperti Efek Beragunan Aset Surat Partisipasi (EBA SP).

"Jadi kalau sudah mentok saja Rasio Kredit terhadap Simpanannya saja baru dsekuritisasi. Itu memang jadi tantangan," ucapnya. Saat membuka seminar tersebut, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo berjani akan mengajak Otoritas Jasa Keuangan untuk menghimpun strategi agar bisa mendorong perbankan melakukan sekuritisasi, salah satunya dengan mempertimbangkan penerbitan peraturan untuk dorong sekuritisasi.

"Saya juga sebagai ex-officio OJK akan mendorong agar ada terobosan. Karena seperti diminta Presiden (Jokowi), pasar keuangan harus terus diperdalam," tuturnya. Sedangkan Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Nurhaida mengatakan akan mengkaji terobosan selain regulasi untuk mendorong pembiayaan sekunder perumahan di Indonesia sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Kami perlu ada terobosan sepertinya. Ini perlu kami pikirkan kira-kira terobosannya apa sehingga market bisa berkembang," katanya.

Ant/yni/AR-2

Penulis : Antara, Yuni Rahmi

Komentar

Komentar
()

Top