Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Rabu, 05 Mar 2025, 00:00 WIB

Sektor Pangan dalam Cengkraman Impor: Solusi atau Masalah?

Warga antre membeli bahan pangan saat operasi pangan murah di Walantaka, Kota Serang, Banten, Selasa (4/3).

Foto: ANTARA/Muhammad Bagus Khoirunas

JAKARTA - Inflasi selama Ramadan 2025 diproyeksikan lebih besar dibandingkan periode sama pada tahun-tahun sebelumnya. Hal itu dipicu kombinasi dari lonjakan permintaan musiman dan depresiasi rupiah sehingga meningkatkan biaya impor berbagai komoditas strategis.

Pengamat Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Freesca Syafitri menjelaskan pangan menjadi sektor paling terdampak akibat pelemahan rupiah, mengingat kebergantungan terhadap impor beberapa bahan pokok utama. Komoditas seperti kedelai, gandum, gula, daging sapi, dan bawang putih sebagian besar masih dipenuhi melalui impor.

"Dengan nilai tukar rupiah yang melemah, harga barang-barang ini di pasar domestik akan meningkat karena importir harus membayar lebih banyak rupiah untuk memperoleh mata uang dolar dalam transaksi pembelian internasional," ucapnya Selasa (4/3).

Freesca membandingkan, pada Ramadan 2024, harga bawang merah dan cabai naik tajam akibat lonjakan permintaan. Jika depresiasi rupiah terus berlanjut, lonjakan harga serupa dapat terjadi kembali pada Ramadan 2025, bahkan dengan intensitas lebih tinggi.

Dampak ini diperburuk oleh volatilitas harga energi yang makin tinggi akibat depresiasi rupiah. Pengalaman Ramadan 2022 menunjukkan kenaikan harga energi memberikan dampak berantai pada inflasi, dengan bensin menyumbang inflasi sebesar 0,16 persen dalam satu bulan.

Tekanan pada konsumsi rumah tangga menjadi perhatian utama, mengingat sektor ini menyumbang lebih dari 55 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Pelemahan rupiah yang menyebabkan kenaikan harga kebutuhan pokok akan menggerus daya beli masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah yang memiliki elastisitas konsumsi tinggi terhadap perubahan harga.

Ramadan yang biasanya menjadi momen peningkatan konsumsi dapat berubah menjadi periode pelemahan permintaan domestik jika inflasi terlalu tinggi. Meskipun Pemerintah mengeluarkan kebijakan seperti operasi pasar, namun efektivitasnya kurang.

"Dalam jangka panjang, pelemahan rupiah dan inflasi Ramadan 2025 menjadi pengingat bahwa ketergantungan Indonesia terhadap impor masih menjadi kelemahan struktural yang perlu segera diatasi," ujarnya.

Karena itu, dia menegaskan, strategi substitusi impor dalam sektor pangan harus dipercepat melalui peningkatan produksi dalam negeri, baik melalui peningkatan produktivitas pertanian maupun penguatan infrastruktur logistik untuk mengurangi biaya distribusi.

Pelemahan rupiah dalam periode Ramadan 2025 bukan hanya masalah nilai tukar, tetapi juga berpotensi menjadi faktor yang mempercepat inflasi, menggerus daya beli, dan memperbesar beban fiskal negara. "Jika tidak diatasi dengan kebijakan yang tepat dan responsif, dampaknya bisa lebih luas terhadap stabilitas ekonomi nasional," ujarnya.

Anggota Komisi VI DPR RI, Mulyadi menyarankan pemerintah perlu menyusun agenda pembenahan, optimalisasi, dan pengembangan guna mengurangi ketergantungan terhadap komoditas impor.

Tindak Tegas

Dari Palembang, Sumatera Selatan, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menegaskan pemerintah tidak akan tinggal diam jika ada lonjakan harga yang merugikan rakyat.

“Kami imbau seluruh pengusaha, jangan ada yang menjual harga di atas harga eceran tertinggi (HET), seperti minyak goreng, beras dan lain lain, kami mohon sekali lagi, jangan menjual di atas HET, tidak ada alasan beras naik, karena berdasarkan data BPS produksi kita meningkat tajam,” tegas Amran.

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.