Rupiah Makin Terdepresiasi Setelah Neraca Perdagangan RI Catat Surplus terendah
Foto : ANTARA/Reno Esnir
Petugas menunjukkan uang dolar AS dan uang rupiah di salah satu kantor cabang PT. Bank Mandiri Persero Tbk, Jakarta, Selasa (31/1/2023).
Surplus yang lebih rendah terutama disebabkan oleh penurunan ekspor ke Tiongkok di tengah libur nasional di Tiongkok, dan solidnya impor minyak atau gas dan beras.
Surplus yang lebih rendah menimbulkan kekhawatiran terhadap melebarnya defisit transaksi berjalan.
Baca Juga :
Berpotensi Melemah Lanjutan
Pekan lalu, rata-rata harian volume perdagangan obligasi pemerintah tercatat Rp29,10 triliun, meningkat dibandingkan pekan sebelumnya yang mencatat rata-rata Rp17,30 triliun. Kepemilikan asing pada obligasi Pemerintah Indonesia turun Rp1,36 triliun menjadi Rp819 triliun atau sebesar 14,18 persen dari total outstanding pada 16 Maret 2024.
Dalam pekan ini, investor akan mencermati keputusan bank sentral global antara lain Bank of Japan (BoJ), People's Bank of China (PBoC), Bank Indonesia, Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve, dan Bank of England (BoE) terkait arah suku bunga kebijakan bank sentral.
Baca Juga :
Mencermati Perkembangan Ekonomi AS
Di sisi lain, keyakinan investor terhadap penurunan suku bunga kebijakan Fed pada Juni 2024 cenderung menurun meskipun data ekonomi AS, yang dirilis pada Jumat, cenderung lebih rendah dari perkiraan.
Redaktur : Lili Lestari
Penulis : Antara
Komentar
()Muat lainnya