Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengelolaan Anggaran I Kelebihan Subsidi Rp195,6 Triliun Baru Dibayar Tahun Depan

Ruang Fiskal 2023 Sangat Terbatas

Foto : ANTARA/DEDHEZ ANGGARA

TAMBAHAN BANTALAN SOSIAL 24,17 TRILIUN RUPIAH I Nelayan menyiapkan BBM jenis solar subsidi untuk perbekalan melaut di Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (30/8). Guna mengantisipasi tergerusnya daya beli masyarakat, pemerintah akan memberikan bantuan sebesar 24,17 triliun rupiah kepada masyarakat sebagai tambahan bantalan sosial atas rencana pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM).

A   A   A   Pengaturan Font

» Subsidi BBM dan kompensasi pada 2022 akan mencapai 689 triliun rupiah.

» Pola subsidi sudah seharusnya diubah dari berbasis barang ke berbasis orang.

JAKARTA - Ruang fiskal pada 2023 semakin sempit karena kelebihan subsidi bahan bakar minyak sebesar 195,6 triliun rupiah pada tahun ini berpotensi baru dibayarkan pada tahun depan. Membengkaknya belanja subsidi BBM dan kompensasi juga menjadi salah satu pertimbangan untuk mengkaji ulang model penyaluran subsidi.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan akan mengkaji ulang penyaluran subsidi karena hanya 5 persen dari total subsidi solar yang dinikmati kelompok masyarakat miskin. Begitu juga dengan pertamax, hanya 20 persen yang dirasakan kelompok lapisan 40 persen terbawah.

Dia menjelaskan, pada 2022, subsidi BBM dan kompensasi akan mencapai 689 triliun rupiah, lebih tinggi dari yang dianggarkan pemerintah dalam APBN 2022 senilai 502,4 triliun rupiah.

"Ini yang akan mempersempit ruang anggaran tahun 2023. Oleh karena itu, kami menyimak dan melihat pandangan fraksi mengenai bagaimana menyikapi sebuah belanja shock absorber yang begitu besar," kata Menkeu dalam rapat bersama Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Selasa (30/8).

Presiden Joko Widodo (Jokowi), papar Menkeu, sudah menetapkan agar mulai mengalihkan sebagian subsidi yang begitu besar diberikan kepada kelompok orang yang tidak mampu, karena hanya sedikit yang dinikmati kelompok tidak mampu," katanya.

Ketua Badan Anggaran DPR, Said Abdullah, meminta agar pemerintah mengkaji kembali penyaluran kompensasi BBM jenis pertamax yang dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu. "Mari kita akhiri bukan hanya subsidi, tapi pelan-pelan kompensasi juga," katanya.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Aloysius Gunadi Brata, mengatakan dengan meningkatnya subsidi 195,6 triliun rupiah atau 39 persen dari yang dianggarkan dalam APBN 2022 maka ruang anggaran menjadi menyempit.

Sebab itu, pengurangan dan pengalihan subsidi, kata Aloysius, merupakan solusi yang sulit untuk dihindari. Implikasinya, harga BBM yang selama ini mendapatkan subsidi besar akan menjadi lebih mahal.

Bila kenaikan sulit dihindari, perlu kalkulasi yang cermat dan kebijakan-kebijakan pendukung yang mampu meminimalisir peningkatan beban yang harus ditanggung masyarakat khususnya lapisan menengah-bawah.

"Artinya, tidak hanya melihat belanja APBN untuk subsidi dan kompensasi BBM tersebut sebagai shock absorber atau fungsi stabilisasi, tetapi juga fungsi-fungsi lain dari APBN, khususnya dalam hal alokasi dan distribusi," katanya.

Alokasi berkaitan dengan kualitas pertumbuhan ekonomi itu sendiri seperti penciptaan lapangan kerja maupun menekan inefisiensi di sana-sini. Adapun fungsi distribusi menunjuk kepada aspek keadilan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Energi Watch, Mamit Setiawan, mengatakan selain penyesuaian harga, pembatasan juga mendesak dilakukan dengan merevisi aturan khususnya Peraturan Presiden (Perpres) 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak agar bisa diketahui apa saja kriteria kendaraan yang berhak menerima BBM subsidi. "Pemerintah harus tegas dalam revisi Perpres tersebut. Kalau setengah hati, saya kira hasilnya akan tetap sama," tegas Mamit.

Pola subsidi, tambahnya, sudah seharusnya diubah dari berbasis barang ke berbasis orang.

Semakin Kuat

Peneliti Ekonomi Core, Yusuf Rendi Manilet, mengatakan kecenderungan pemerintah untuk menaikkan harga BBM semakin kuat, apalagi pemerintah baru saja meluncurkan kebijakan untuk menyalurkan bantuan sosial dalam rangka menjaga daya beli masyarakat.

"Saya kira ini merupakan antisipasi pemerintah sebelum memutuskan menaikkan harga BBM di beberapa hari ke depan," katanya.

Diskusinya adalah berapa besar kenaikan dengan melihat kondisi inflasi saat ini, sehingga perlu dilakukan secara bertahap agar dorongan terhadap inflasi secara umum itu tidak relatif besar.

Setelah ditetapkan besarannya, selanjutnya yang harus diperhatikan adalah bantalan sosial yang akan disalurkan. Pemerintah diharapkan tidak hanya menyasar kelompok miskin, tetapi juga kelompok menengah dan juga kelompok rentan dan hampir miskin. Hal itu untuk mengantisipasi tergerusnya daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah yang muaranya bisa pada konsumsi rumah tangga di sisa akhir tahun 2022.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top