Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Retorika Islam Politik

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Dalam tulisan berjudul "Political Islam and Islamic Parties in Indonesia" di Journal of Democracy tahun 2010, Sunny Tanuwijaya menyatakan bahwa ke depan praktik politik bernuansa agama akan terus mengalami intensifikasi. Meski perolehan suara partai-partai Islam cenderung mengalami degradasi sejak pemilu pertama 1955 (44 persen). Kemudian pada 1999 (36,3) pada pemilu 2004 (41) dan tahun 2009 (29,2).

Sebab-sebabnya, Islam dan politik keislaman masih elemen penting masyarakat mayoritas muslim. Juga karena ada pergeseran praktik politik dari partai nasionalis-sekuler yang juga menjual isu-isu keislaman, di samping partai Islam sendiri. Maka, meski perolehan suara partai politik berbasis Islam cenderung menurun, kampanye ala Islam politik akan terus intensif.

Baca Juga :
Balap Motor Jalanan

Tidak heran bila hibridasi politik dan Islam-seperti penggunaan retorika, simbol atau atribut keislaman-masih kerap mengalami orkestrasi. Sebab, sebagaimana dikatakan Dadang Kahmad dalam "Sosiologi Agama: Potret dalam Dinamika Konflik, Pluralisme dan Modernitas (2002)," popularitas dan akseptabilitas kandidat dirasa bisa dicapai dengan cara menyentuh sisi emosional umat.

Pelecut

Apalagi, ada kenyataan bahwa pada pemilu tahun 2014, perolehan suara partai Islam sedikit naik mencapai 31,81 persen. Meski angka itu masih di bawah 41 persen (pemilu sebelumnya), kecenderungan ini menjadi pelecut para politikus untuk terus memainkan retorika Islam demi menjadikannya sebagai pengepul suara (vote getter). Benar saja, pada momen Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, cara berpolitik semacam itu mendapat memomentumnya dan berhasil menumbangkan petahana melalui isu penistaan agama.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top