Putusan MK Menghilangkan Sekat Antara Parpol
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Bina Nusantara (Binus) Malang, Frederik M. Gasa menegaskan, putusan MK membuat kader kader terbaik setiap partai akan muncul dan memberi angin perubahan dalam konstelasi politik Nasional
Foto: istimewaJAKARTA-Pengamat Komunikasi Politik Universitas Bina Nusantara (Binus) Malang, Frederik M. Gasa mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden menjadi berkat bagi masyarakat Indonesia, terutama dalam konteks demokrasi.
Melalui putusan ini ucapnya, setiap kita memiliki kesempatan yang sama untuk bisa menjadi the next orang nomor satu dan dua di negeri ini, yang tentu jika kita bandingkan dengan sebelumnya, hanya orang-orang tertentu saja yang punya kesempatan ini dan orang tersebut haruslah mendapat dukungan dari banyak partai politik. "Sarat kepentingan di dalamnya dan bisa jadi presiden - wakil presiden terpilih justru tidak menjadi representasi masyarakat namun partai politik yang ada,"ungkap Frederik dari Malang, Jumat (3/1).
Dengan adanya putusan ini situasinya akan berubah. Kepentingan partai politik (Parpol) bisa saja akan berkurang dan tidak ada lagi sekat antara partai. Kader-kader terbaik dari setiap partai yang ada saat ini dah bahkan masyaraat biasa non-partai pun akan muncul dan memberi angin perubahan dalam konstelasi politik Indonesia.
Putusan ini membawa rasa optimisme yang kuat bahwa presiden-wakil presiden terpilih kedepannya hanya akan tunduk kepada konstitusi dan kedaulatan rakyat, bukan kepada partai politik atau kelompok tertentu saja.
"Bagi kita masyarakat, perlu untuk terus mengawal jalannya demokrasi karena kita sudah diberi ruang untuk bisa lebih aktif dalam berppatisipasi. Kita berharap agar putusan ini menjadi penanda positif di awal tahun 2025 agar bangsa kita menjadi lebih baik kedepannya, demokrasi berjalan maju dan cepat,"pungkas Frederik
Adapun MK telah memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.
Dalam pertimbangan putusan, Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan bahwa merujuk risalah pembahasan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu merupakan hak konstitusional partai politik.
Dalam konteks tersebut, Mahkamah menilai gagasan penyederhanaan partai politik dengan menggunakan hasil pemilu anggota DPR pada pemilu sebelumnya sebagai dasar penentuan hak partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden merupakan bentuk ketidakadilan.
Pemerintah sedang mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penghapusan ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden atau presidential threshold.
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan pembelajaran diperlukan lantaran MK belum menyatakan waktu pemberlakuan putusan tersebut.
"Di lain sisi nanti pemerintah tentu juga akan berkoordinasi terkait hal tersebut, karena saya belum membaca lengkap," kata Supratman saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Kendati demikian, dirinya menegaskan bahwa pemerintah tetap berpandangan putusan MK bersifat final dan mengikat.
Menurut dia, biasanya MK menentukan waktu berlaku putusan. Namun pada putusan mengenai presidential threshold tersebut, ia menuturkan MK belum menentukan
Menkum menegaskan pihaknya tidak mempersoalkan isi putusan tersebut, tetapi hanya melihat bahwa saat ini MK benar-benar menghapus presidential threshold, berbeda dengan putusan sebelumnya yang menurunkan ambang batas.
"Tapi apa pun putusan MK karena sifatnya final dan mengikat, kami akan mengkaji, melakukan kajian kapan mulai berlakunya. Nah MK saya lihat belum memutuskan itu," tuturnya.
Oleh karena itu, Supratman menyampaikan bahwa Kementerian Hukum (Kemenkum) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mengomunikasikan putusan MK itu dengan penyelenggara pemilihan umum (pemilu).
Selain itu, sambung dia, pemerintah dan parlemen juga akan membahas putusan tersebut dalam perubahan Undang-Undang (UU) Pemilu.
Pasalnya, kata dia, pada akhirnya apabila putusan tersebut terkait dengan pelaksanaan pemilu maka akan ada suatu perubahan terkait UU maupun Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), sehingga semuanya akan diselaraskan.
Secara umum pemerintah terutama Kemenkum menganggap putusan itu harus kami hormati, Pemerintah dalam posisi menghargai putusan tersebut," ucapnya.
Redaktur: Lili Lestari
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Pemerintah Siapkan Pendanaan Rp20 Triliun untuk UMKM-Pekerja Migran
- 2 Kabar Gembira untuk Warga Jakarta, Sambung Air PAM Baru Kini Gratis
- 3 Usut Tuntas, Kejati DKI Berhasil Selamatkan Uang Negara Rp317 Miliar pada 2024
- 4 Pemkot Surabaya Mengajak UMKM Terlibat dalam Program MBG
- 5 Antisipasi Penyimpangan, Kemenag dan KPAI Perkuat Kerja Sama Pencegahan Kekerasan Seksual