Publik Prihatin dengan Menurunnya Kualitas Demokrasi
Ilustrasi - Kontestasi Pemilu 2024 ini, publik dihadapkan dengan berbagai macam isu yang melahirkan diskusi dan perdebatan di ruang-ruang publik, belakangan tentang menurunnya kualitas demokrasi.
Foto: KORAN JAKARTA/ISTIMEWAJAKARTA - Para guru besar di kampus-kampus ternama secara bergelombang menyampaikan seruan moral yang menyoroti demokrasi Indonesia.
"Seruan para guru besar menujukkan merosotnya kualitas demokrasi di Indonesia. Ada keprihatinan publik termasuk orang-orang kampus terhadap kualitas demokrasi kita," tegas pengamat Komunikasi Politik Universitas Binas Nusantara (Binus) Malang, Frederik M. Gasa, menanggapi pernyataan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Wawan Mas'udi, yang menyoroti menurunnya kualitas demokrasi.
Frederik mengatakan momentum pemilihan umum (pemilu) selalu menghadirkan cerita yang menarik untuk diikuti. Pada kontestasi Pemilu 2024 ini, publik dihadapkan dengan berbagai macam isu yang melahirkan diskusi dan perdebatan di ruang-ruang publik. Beberapa hari terakhir terkait isu menurunnya kualitas demokrasi
Namun dari banyak hal yang tersaji itu, masyarakat harus dapat memilah dan memilih apa saja yang relevan dan patut dipercayai. Preferensi politik sudah diputuskan masing-masing, tetapi yang menjadi soal adalah apakah benar demokrasi warnanya seperti ini?
"Hal inilah yang kemudian direspons oleh Dekan Fisipol UGM yang melihat bahwa 14 Februari 2024 akan menjadi pertaruhan terakhir kualitas demokrasi di Indonesia. Bagi saya, yang patut diapresiasi adalah masyarakat menjadi lebih partisipatif. Ada semangat yang sama untuk membawa Indonesia menjadi lebih baik," ucap Frederik.
Dia menjelaskan, setiap pasangan calon presiden dan wapres punya tujuan yang sama meski dengan pendekatan dan strategi yang berbeda. Demokrasi menyoal keterwakilan, dan masyarakat harus mampu meyakini bahwa mereka terwakilkan melalui ketiga pasangan calon yang ada.
Layaknya negara demokrasi, intrik dan drama adalah hal lumrah. Pada level akar rumput, masyakarat pun tidak perlu terlalu terbawa perasaan, karena sesungguhnya apa yang kita amati pada berbagai media, tentang silih argumen dan saling serang adalah panggung depan saja.
"Banyak hal, kenyataannya mungkin berbeda dan berlawanan pada panggung belakangnya. Yang paling penting adalah bagaimana rasa dan akal kita gunakan dengan baik dan bijak," urainya.
Diketahui, proses pemungutan suara Pemilu 2024 menjadi pertaruhan terakhir dalam mempertahankan kualitas demokrasi di Indonesia yang merupakan salah satu negara demokrasi terbesar di dunia.
Dekan FISIP Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Wawan Mas'udi (Koran Jakarta, 9/2) mengatakan, sebagai upaya mempertahankan kualitas demokrasi, maka proses pemungutan dan perhitungan suara pada 14 Februari 2024 harus benar-benar dipastikan bersih, transparan, dan akuntabel.
"Saya kira akan menjadi upaya terakhir mempertahankan kualitas demokrasi dan ini tentu menjadi catatan sangat tebal, problem-problem proses elektoral sekarang yang sedang kita lewati," papar Wawan dalam diskusi "Pojok Bulaksumur" di Kampus UGM, Sleman, DIY, Rabu (7/2) seperti dikutip dari Antara.
Dia menekankan hal itu mengingat dalam rangkaian proses Pemilu 2024 telah muncul kasus pelanggaran etika oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman disusul Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari.
"Kalau sampai itu (pelanggaran) terjadi lagi mekanisme-mekanisme yang mengarah atau praktik-praktik yang mengarah kepada kecurangan, berat kita untuk bisa mengklaim sebagai negara dengan ukuran-ukuran demokrasi meskipun itu standar," katanya.
Redaktur: Lili Lestari
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Menag Laporkan Penerimaan Gratifikasi ke KPK
- 2 Dua Petugas Pemilu di Jatim Meninggal Dunia, Tujuh Orang Sakit
- 3 Siswa SMK Hanyut di Air Terjun Lahat, Tim SAR Lakukan Pencarian
- 4 Calon Wakil Wali Kota Armuji Sebut Warga Surabaya Cerdas Gunakan Hak Pilih
- 5 Cuaca Hari Ini, Wilayah Indonesia Umumnya Diguyur Hujan