Potensi Pasar Ubi Jalar Prospektif
- Pertanian
- WHO
- Ubi Jalar
- BRIN
- diversifikasi pangan
JAKARTA - Pemerintah terus menggairahkan pengembangan budi daya ubi jalar guna memperkuat ketahanan pangan, utamanya dalam menghadapi krisis pangan dunia akibat cuaca ektrem. Ubi jalar merupakan salah satu komoditas pangan yang menjanjikan sebagai sumber karbohidrat setelah beras gandum, jagung, dan singkong.

Ket.
Doc: ISTIMEWA
Ketua Perhimpunan Agronomi Indonesia - DKI Jakarta, Sylviana Murni, mengatakan potensi dan manfaat ubi jalar sebagai bahan pangan alternatif sangat besar terutama bagi mereka yang tidak ingin mengonsumsi karbohidrat terlalu banyak. Kemudian juga untuk upaya peningkatan gizi manusia dan ketahanan pangan nasional khususnya di daerah pedesaan dan daerah terisolasi.
"Menurut World Health Organization, kandungan kalsium pada ubi jalar lebih tinggi dibanding jagung, beras, terigu, maupun sorgum, sedangkan kandungan vitamin A pada ubi jalar khususnya yang berwarna merah ini lebih banyak 4 kali dari wortel sehingga baik sekali untuk pencegahan kebutaan," kata Syilviana dalam webinar terkait Pengalaman Empiris Pengembangan Ubi Jalar, di Jakarta, Rabu (7/9).
Dia menambahkan ubi jalar juga mengandung zat besi, magnesium, vitamin B6, vitamin C, Betakaroten, mineral yang tinggi dan antioksidan serta kadar gula yang rendah. Selain itu, proses bisnis ubi jalar sangat potensial di Indonesia karena ubi jalar relatif mudah dibudidayakan dan tahan disimpan dalam bentuk segar. Bahkan jika makin lama masa penyimpanan, rasanya kian manis serta dapat diolah menjadi berbagai olahan pangan yang pastinya sehat karena kadar gulanya rendah.
"Maka tidak heran, Indonesia menjadi salah satu produsen ubi jalar di dunia. Berdasarkan data Food Agriculture Organization pada 2021 terdapat kurang lebih 84 negara eksportir ubi jalar dunia, dan hanya 13 negara yang menguasai 90 persen pasokan," jelasnya.
Dia menambahkan jumlah negara importir ubi jalar dunia lebih banyak ketimbang produsen atau eksportir komoditas tersebut. Hal ini, lanjutnya, menandakan potensi ubi jalar dunia sangatlah besar.
Pada kesempatan sama, Peneliti Ahli Utama Pangan dan Pertanian BRIN, Eliana Ginting, mengungkapkan masyarakat Indonesia masih sangat bergantung dengan beras dan gandum. Mengutip data terbaru, Eliana menyebutkan konsumsi beras mencapai 93,8 kg/ kapita/ tahun, sedangkan gandum sebanyak 32 kg/ kapita/ tahun. Padahal, komoditas tersebut rentan terhadap perubahan harga pasar internasional sehingga bisa mengancam ketahanan pangan nasional.
Anda mungkin tertarik:
"Oleh sebab itu, perlu adanya sebuah peningkatan produksi pangan domestik dengan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal yang diyakini bahwa peran strategis tersebut dapat diemban oleh ubi jalar sebagai sumber karbohidrat sekaligus subsitusi tepung terigu," ujarnya.
Dukung Kesehatan
CEO Reputed Agriculture for Development Stichting and Foundation, Putri Ernawati Abidin, menuturkan ubi jalar merupakan makanan bagi orang yang memiliki tingkat ekonomi rendah di Afrika pada era 90-an akhir. Sedangkan orang yang memiliki tingkat ekonomi tinggi lebih memilih mengonsumsi pizza, spageti, dan kentang yang menyebabkan timbulnya penyakit darah tinggi, diabetes, dan obesitas.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi, menyebutkan Kementerian Pertanian mendukung upaya peningkatan produksi ubi jalar. Ini tertuang dalam Cara Bertindak Pembangunan Pertanian Indonesia dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan melalui Diversifikasi Pangan Lokal, seperti ubi jalar, singkong, shorgum, dan lainnya.