Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sejarah Jepang

Portugis Nikmati Keuntungan Berdagang di Nagasaki

Foto : AFP/ Ed JONES
A   A   A   Pengaturan Font

Setelah membangun pos dagang di Cochin, Goa, dan Makau, Portugis dengan berani mendirikan pos dagang di Nagasaki. Selama 68 tahun, Portugis pun menikmati keuntungan perdagangan tanpa saingan dengan Jepang.

Nagasaki merupakan kota di pantai barat laut Pulau Kyushu, Jepang. Nagasaki terletak di ujung teluk yang panjang. Posisi membentuk pelabuhan alami terbaik bagi kapal-kapal dagang di pulau besar Jepang paling selatan itu.

Ketika Portugis datang, selama periode 1571 hingga 1639, kota ini menjadi pos terdepan paling timur kerajaan Portugis. Kehadiran bangsa Eropa ini mengubah Nagasaki dari desa nelayan kecil menjadi salah satu pusat perdagangan besar di Jepang dan Asia timur.

Hanya sebentar di bawah pemerintahan langsung Portugis (1571-1614), kota ini digunakan sebagai titik akses ke pasar Jepang yang menguntungkan di mana barang-barang seperti sutra, perak, dan emas dipertukarkan antara Tiongkok, Makau Portugis, dan Lisbon, serta banyak pos-pos kolonial di Asia lainnya.

Kehadiran Portugis berakhir pada 1639 ketika pemerintah militer Jepang atau keshogunan memutuskan untuk mengusir semua orang asing dari daratan Jepang dan mengisolasi diri dari dunia luar. Politik isolasi diberlakukan pemerintahan Shogun Tokugawa Iemitsu, dengan tujuan mengurangi adanya pengaruh asing.

Pendirian pos di Nagasaki merupakan bagian dari kolonialisme. Sejak 1497-1499, ketika Vasco da Gama (1469-1524) berlayar mengelilingi Tanjung Harapan dan menunjukkan kemungkinan jalur laut antara Eropa dan Asia, Portugis sibuk membangun sebuah kerajaan.

Cochin Portugis di India didirikan pada 1503, dan Goa Portugis juga di India didirikan pada tahun 1510. Malaka Portugis di Malaysia didirikan pada 1511. Tidak puas sampai di sini Portugis berlayar tanpa henti ke arah Asia timur.

Pada 1557 Portugis Makau didirikan di pantai selatan Tiongkok dekat Guangzhou (Kanton). Hal ini memberi para pedagang Portugis akses langsung ke pameran dagang di Kanton di mana barang-barang seperti sutra berharga dapat diperoleh.

Orang-orang Portugis tidak puas karena mereka selalu menginginkan lebih dari itu. Orang-orang Eropa selanjutnya menginginkan pijakan di Jepang. Tiga pelaut Portugis adalah orang Eropa pertama yang menginjakkan kaki di tanah Jepang pada bulan September 1543, meskipun secara tidak sengaja.

Para pedagang pemberani ini berada di atas kapal jung Tiongkok, yang bertujuan menuju Ningpo di Tiongkok, namun pilot kapal reyot Tiongkok tersebut tidak dapat berbuat banyak untuk mencegah badai. Angin kencang itu akhirnya menghempaskan mereka ke Jepang bagian barat dan Pulau Tanegashima.

Orang-orang Portugis membawa senjata api, dan senjata ini sangat mengesankan orang Jepang yang melihatnya. Pemimpin militer Jepang, Oda Nobunaga, kemudian mengimpor senjata-senjata praktis ini dan menggunakannya secara efektif dan menjadikannya dirinya sebagai pemimpin militer terkemuka Jepang antara 1568 dan 1582.

Pusat Perdagangan

Nagasaki terletak di pantai barat laut Kyushu, Jepang. Portugis menetap secara permanen di sana sejak 1571 ketika raja muda Hindia Portugis (Estado da India) yang berbasis di Goa, memutuskan bahwa ini harus menjadi basis utama perdagangan Tiongkok-Jepang.

Ketiga Portugis tiba, Nagasaki masih berupa pelabuhan perikanan sederhana. Selanjutnya tempat ini menjadi pusat perdagangan yang berkembang pesat yang akhirnya menjadi salah satu kota besar di Jepang.

Ketika itu negara Jepang belum sepenuhnya bersatu, pelabuhan Nagasaki diberikan sebagai wilayah kekuasaan kepada Portugis oleh Omura Sumitada, seorang daimyo (tuan feodal) dari Hizen di barat laut Kyushu. Secara khusus, pelabuhan tersebut diserahkan kepada Jesuit Gaspar Vilela yang terpilih berkat bujukan pengikut Sumitada.

Serah terima dilakukan pada 1571, tetapi akta resminya baru ditandatangani pada 1580. Sebagai bonus, Sumitada memberikan benteng Mogi di dekatnya kepada para Jesuit. Syaratnya adalah tidak akan ada kehadiran militer Portugis secara permanen di kawasan pelabuhan.

Pelabuhan tersebut kemudian dikelola oleh Jesuit Society of Jesus, dan merupakan satu-satunya wilayah kedaulatan mereka. Nagasaki kemudian menjadi markas penting pekerjaan misionaris Jesuit di Asia timur.

Pelabuhan tersebut secara resmi bukan bagian dari Kerajaan Portugis. Situasi seperti ini lazim terjadi di pelabuhan-pelabuhan lain Portugis di Asia. Mereka hanya ingin membangun kehadiran dan konsesi perdagangan dengan pemerintah setempat.

Menyusul berdirinya Nagasaki Portugis, setiap tahun hingga tahun 1618, sebuah kapal besar berlayar dari Makau ke Jepang setelah sebelumnya singgah di Goa. Dari 1619 hingga 1639 kapal tunggal ini diganti dengan armada kapal yang lebih kecil.

Kapal kargo besar Portugis yang melintasi rute antara Makau dan Nagasaki memiliki pilot Tiongkok tetapi penuh dengan barang dan pedagang Portugis. Mereka kerap muncul di lukisan layar Jepang pada masa itu.

Orang Jepang menyebut orang asing ini Nanbanjin (orang barbar selatan) dan perdagangan dengan mereka disebut "perdagangan Nanban". Barang-barang yang diekspor dari Jepang antara lain perak (dari tambang di Honshu), tembaga, layar dicat, pernis, lemari, kimono, pedang, dan tombak.

Kapal-kapal Portugis dapat membawa sutra, emas, dan porselen Ming. Barang-barang ini hasil kontak dagang dengan Kanton dan Makau Portugis. Sedangkan rempah-rempah dan barang-barang lainnya diperoleh dari jaringan perdagangan mereka di Samudera Hindia dan Asia tenggara.

Akhirnya perdagangan dengan Jepang tidak bisa dilakukan oleh Portugis sendiri. Pada abad ke-17 tiba para pedagang Inggris dan Belanda tiba untuk mendapatkan keuntungan dengan berdagang dengan Jepang.

Diizinkannya kedua bangsa Eropa untuk berdagang oleh otoritas Jepang membuat Portugis marah. Mereka mencoba mengeksekusi saingan mereka di Eropa dengan menganggapnya sebagai bajak laut. Namun walaupun mendapat pesaing baru, perdagangan Portugis di Nagasaki terus berkembang selama tiga dekade berikutnya. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top