Polemik LPG 3 Kg Langka, Wakil Ketua MPR: Pengecer Tetap Diperlukan, tapi Harus Didata
Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PAN Eddy Soeparno
Foto: istimewaJAKARTA - Saat ini masyarakat mengeluh karena kelangkaan LPG 3 Kg tanpa disertai penjelasan yang memadai dari penyalur. Bahkan isu kelangkaan LPG 3 Kg ini dimanfaatkan sejumlah oknum untuk menaikkan harga sehingga memberatkan warga yang berhak membeli LPG 3 Kg dengan harga subsidi.
Merespons polemik ini, Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PAN Eddy Soeparno mengusulkan agar Kementerian ESDM segera memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang penataan penjualan LPG 3 Kg.
“Penjelasan dari Kementerian ESDM sangat penting untuk meredam kebingungan dan kegundahan warga serta menegaskan bahwa penjualan PLG 3 kg tetap masih bisa dilakukan melalui pangkalan-pangkalan resmi dari agen-agen penjualan,” jelas Eddy, Senin (3/2).
Namun demikian Eddy yang juga Anggota Komisi XII DPR RI ini menegaskan, penataan harus segera dilakukan terhadap para pengecer yang selama ini keberadaannya paling dekat dengan hunian masyarakat.
“Penataan penting dan sebaiknya dilakukan segera agar para pengecer tetap bisa menjual LPG 3kg melalui sistem pendataandan pengawasan yang ketat,” ujarnya.
Menurut Doktor Ilmu Politik UI ini, para pengecer adalah ujung tombak penjualan ritel yang langsung dapat diakses masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. “Kehadiran pengecer penting agar masyarakat tidak perlu menghabiskan ongkos membeli LPG 3 Kg di agen-agen penjualan yang sangat mungkin lokasinya jauh dari tempat tinggal warga,” jelasnya.
Eddy mengungkapkan, pemantauan terhadap pricing policy sering berada di luar jangkauan pemerintah karena harga jual LPG 3 Kg di pengecer bisa berbeda-beda. “Namun jika para pengecer ini terdaftar resmi dan terpantau aktivitas jual belinya secara digital, pemerintah bisa mengontrol aktivitas penjualan dan masyarakat tidak akan terkendala membeli LPG 3kg di lingkungan tempat tinggalnya,” jelasnya.
“Jika dalam prakteknya diketahui ada pengecer-pengecer yang “nakal” dan menjual LPG 3Kg di luar ketentuan yang telah ditetapkan, berikan sanksi berupa pencabutan alokasi LPG 3 Kg dan umumkan kepada warga sekitar,” tegasnya.
Dalam pandangan Eddy, usaha LPG 3 Kg ini memang kompleks. Di satu pihak ini adalah usaha retail yang perlu menyentuh masyarakat sampai ke pelosok negeri. Tapi di lain pihak LPG 3 Kg adalah produk subsidi yang wajib diawasi distribusinya karena rawan penyalahgunaan dan sering salah sasaran. “Dari tahun ke tahun volumenya naik dan sekitar 70-75 persen LPG ini kita impor, sehingga menguras devisa,” ungkapnya.
Di sisi lain, Eddy menjelaskan banyak diantara pengecer itu adalah UMKM yang bisa menyambung hidup dari menjual LPG 3 Kg. “Karena itu menggugurkan keikutsertaan para pengecer dalam mendistribusikan LPG 3 Kg sebaiknya dipertimbangkan ulang,” kata Eddy.
Secara khusus Eddymengusulkan agar tata cara penjualan LPG 3 Kg dievaluasi dengan memperbaiki data penerima subsidi, menentukan sistem penyaluran subsidinya (langsung ke penerima atau tetap seperti yang berlaku saat ini) dan memperketat sistem pengawasannya di lapangan.
“Karena pengecer umumnya adalah pelaku UMKM, tidak ada salahnya jika mereka didaftarkan secara resmi, diberikan pelatihan bahkan penghargaan jika berkinerja baik dan jujur,” tutup Anggota DPR RI Dapil Kota Bogor dan Cianjur ini.
Redaktur: Sriyono
Penulis: Sriyono
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Pemerintah Konsisten Bangun Nusantara, Peluang Investasi di IKN Terus Dipromosikan
- 2 Kejati Selidiki Korupsi Operasional Gubernur
- 3 Lestari Moerdijat: Tata Kelola Pemerintahan Daerah yang Inklusif Harus Segera Diwujudkan
- 4 Pertamina Siapkan Akses Titik Pangkalan Resmi Pembelian LPG 3 Kg Terdekat
- 5 OIKN: APBN Rp48,8 Triliun Beri Keyakinan Investor
Berita Terkini
- Panama Menjadi Negara Amerika Latin Pertama yang Meninggalkan "The Belt and Road Initiative"
- Dukung Swasembada Energi dan Pangan, Pertamina Bangun 159 Desa Energi Berdikari
- SoftBank dan OpenAI Bentuk Usaha Patungan demi Kembangkan AI Canggih
- Kuliner Nusantara Mendunia, Restoran Indonesia Kini Ada di Oslo, Norwergia
- Isu Tarif Trump Lemahkan Rupiah