Perwira AD Korsel Sebut Presiden Yoon Perintahkan Seret Anggota Parlemen
Massa berbaris di bawah hujan deras untuk memprotes Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, saat aksi mogok dan protes terus berlangsung di tengah krisis darurat militer, di Seoul, Korea Selatan, pada 5 Desember 2024.
Foto: ANTARA/AnadoluSeoul - Kepala Komando Perang Khusus Angkatan Darat Korea Selatan mengatakan bahwa Presiden Yoon Suk Yeol memerintahkannya untuk menyeret anggota parlemen keluar dari gedung Majelis Nasional selama operasi darurat militer pada pekan lalu.
Letnan Jenderal Kwak Jong-keun mengungkapkan klaim tersebut dalam pertemuan Komite Pertahanan Parlemen, pada Selasa sembari mengatakan Yoon menghubungi melalui telepon yang terjamin keamanannya.
"Dia mengatakan jumlah kuorum sepertinya belum tercapai, jadi saya harus mendobrak pintu dan masuk untuk menyeret keluar orang-orang di dalamnya," katanya.
Komandan tersebut merujuk pada kuorum untuk mencabut dekrit darurat militer Yoon, yaitu 150 dari 300 anggota parlemen. Pada akhirnya, 190 anggota parlemen memberikan suara bulat untuk mencabut perintah tersebut.
Kwak mengatakan bahwa dia berkonsultasi dengan para komandan di lapangan mengenai apakah harus menyerbu gedung parlemen sambil menembakkan tembakan kosong atau memutuskan aliran listrik untuk menghentikan para anggota parlemen agar tidak melakukan pemungutan suara.
Para komandan menyarankan untuk tidak melakukan tindakan tersebut dan Kwak mengatakan dia setuju dengan pertimbangan mereka.
“Bahkan jika mereka masuk untuk menjalankan perintah, pasukan yang terlibat nantinya akan menjadi pelanggar hukum dan terlalu banyak orang yang akan terluka jika mereka menerobos masuk, jadi saya menilai itu tidak benar," katanya.
"Saya mengatakan pada mereka untuk tidak masuk lebih jauh dan setelah melihat mereka menjauh, saya menghentikan mereka dari melaksanakan operasi tambahan apa pun," tambahnya.
Ketika ditanya apakah dia melaporkan tindakannya kepada Yoon, Kwak mengatakan dia tidak melakukannya dan menjelaskan situasinya kepada Menteri Pertahanan saat itu, Kim Yong-hyun, saat pasukan mundur.
Kwak juga mengatakan kepada Anggota DPR Park Beom-kye dari Partai Demokrat (DP) bahwa dia mengetahui rencana Yoon untuk memberlakukan darurat militer dua hari sebelumnya, pada 1 Desember.
"Komandan Kwak tidak memberitahukan kepada kejaksaan bahwa dia sudah mengetahui sebelumnya," kata Park.
Park menjelaskan alasan Kwak tidak bersaksi karena mereka yang terlibat dalam operasi darurat militer telah sepakat tentang apa yang akan mereka katakan.
Mengenai perintah yang diterimanya pada 1 Desember, Kwak menyampaikan misinya adalah untuk mengamankan enam lokasi yakni Majelis Nasional, tiga tempat yang terkait dengan Komisi Pemilihan Nasional, kantor pusat DP dan Flower Research, sebuah perusahaan survei opini.
Misi tersebut disampaikan kepadanya oleh Menteri Pertahanan saat itu, Kim, melalui telepon darat yang memiliki sambungan aman, ujarnya.
Ketika ditanya apakah Yoon menggunakan kata-kata seperti senjata, api, peluru kosong, atau kendaraan lapis baja, Kwak mengatakan dia tidak ingat, sejauh yang dia ingat.
Berita Trending
- 1 Semangat Awal Tahun 2025 by IDN Times: Bersama Menuju Indonesia yang Lebih Kuat dan Berdaya Saing
- 2 Harus Kerja Keras untuk Mewujudkan, Revisi Paket UU Politik Tantangan 100 Hari Prabowo
- 3 Pemerintah Dorong Swasta untuk Bangun Pembangkit Listrik
- 4 Sah Ini Penegasannya, Proyek Strategis Nasional di PIK 2 Hanya Terkait Pengembangan Ekowisata Tropical Coastland
- 5 Ayo Perkuat EBT, Presiden Prabowo Yakin RI Tak Lagi Impor BBM pada 2030
Berita Terkini
- Pertamina JBT Jamin Pasokan BBM Aman di Tengah Bencana Alam di Jawa Tengah
- Januari 2025, Dinkes Pekanbaru Catat 32 Kasus DBD
- Banjir Merendam Dua Sekolah di Klaten
- Glitter Debutkan EP "We Are Glitter" Siap Jadi Hits Anak Masa Kini
- Program Palu Mandiri Tangguh Pangan Harus Dilaksanakan secara Konsisten