Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Selasa, 31 Agu 2021, 00:03 WIB

Pertumbuhan Ekonomi Disepakati 5,2-5,5 Persen

Foto: Sumber: Kemenkeu

JAKARTA - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pada Senin (30/8), telah menyetujui asumsi dasar ekonomi makro dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2022.

Pertumbuhan ekonomi disepakati di kisaran 5,2-5,5 persen atau meningkat dari target awal pertumbuhan ekonomi yang kisaran 5,0-5,5 persen dalam nota keuangan yang disampaikan Presiden ke DPR.

Sementara itu, inflasi ditetapkan 3 persen atau tetap sesuai usulan pemerintah. Untuk nilai tukar rupiah juga dipatok 14.350 rupiah per dollar Amerika Serikat (AS), tingkat suku bunga Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun sebesar 6,8 persen.

Pemerintah dan DPR juga menyepakati beberapa target ekonomi tahun depan seperti tingkat pengangguran terbuka (TPT) ditetapkan 5,5 persen hingga 6,3 persen. Kemudian, angka kemiskinan ditetapkan 8,5 hingga 9,0 persen dan rasio gini di kisaran 0,376-0,378 serta Indeks Pembangunan Manusia di 73,41-73,46.

Pemerintah dan legislatif juga menyepakati target nilai tukar petani (NTP) sebesar 103 hingga 105 serta nilai tukar nelayan ditetapkan 104-106.

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam video conference-nya, Senin (30/8), menyatakan optimistis laju inflasi akan kembali menguat pada 2022, setelah pada 2020 dan 2021 bergerak landai akibat tertekannya daya beli masyarakat karena dampak Covid-19.

Dia memperkirakan inflasi pada 2022 akan berada di kisaran 3,0 persen, lebih tinggi dari outlook inflasi tahun 2021 sebesar 1,8-2,5 persen.

"Pemulihan ekonomi kita berlanjut, tanpa disertai inflasi yang melonjak. Karena di berbagai negara, pemulihan ekonominya disertai dengan melonjaknya ekonomi karena lonjakan permintaan yang tak disertai suplai yang memadai," kata Menkeu.

Meski demikian, pemerintah, jelasnya, tidak akan gegabah dan terus waspada. Pasalnya, masih ada risiko pengetatan kebijakan moneter dari bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) yang bisa menimbulkan gejolak pasar. Begitu juga dengan potensi disrupsi suplai karena pandemi Covid-19.

Terlalu Optimistis

Ketua Pusat Kajian Ekonomi Kerakyatan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Munawar Ismail, mengatakan asumsi dasar ekonomi makro 2022 terlalu optimistis. Meskipun upaya vaksinasi semakin gencar, namun potensi kegiatan ekonomi terganggu masih terbuka dengan selalu munculnya varian baru, serta kondisi ekonomi global yang tidak menentu.

"Kenaikan asumsi batas bawah, 5 persen menjadi 5,2 persen, tetapi atasnya tetap 5,5 persen, menunjukkan pemerintah kurang yakin terjadi pemulihan. Begitu juga dengan asumsi atas 5,5 persen, masih terlalu optimis karena ketidakpastian dan potensi pandemi semakin buruk masih terbuka dengan munculnya varian baru yang lebih mudah menular," kata Munawar.

Redaktur: Vitto Budi

Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.