Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 22 Feb 2025, 01:00 WIB

Pertambahan Penduduk dan Penyusutan Lahan Bisa Memacu Krisis Pangan

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman - Pangan kita kendalikan, energi kita kendalikan, inilah yang akan menjadikan Indonesia lumbung pangan dunia, dan kalau seperti ini, Indonesia 50 tahun ke depan kita tanpa impor

Foto: antara

JAKARTA - Pemerintah harus mampu mengendalikan kebutuhan pangan dan energi jika ingin menjadi negara super power. Sebab dengan pengendalian pangan dan energi, maka diyakini Indonesia lebih kuat dan menjadi lumbung pangan dan energi dunia.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, saat membuka sidang umum majelis umum (SUMU) Perhimpunan Ikatan Alumni PTN Indonesia (Himpuni) di Makassar, Jumat (21/2) mengatakan jika pangan mampu dikendalikan, maka negara tidak perlu lagi melakukan impor hingga 50 tahun ke depan.

“Pangan kita kendalikan, energi kita kendalikan, inilah yang akan menjadikan Indonesia lumbung pangan dunia, dan kalau seperti ini, Indonesia 50 tahun ke depan kita tanpa impor,” papar Amran.

Ketua Umum Ikatan Alumni (IKA) Universitas Hasanuddin itu mengatakan ketahanan pangan sangat penting bagi satu negara seperti Indonesia. Indonesia jelasnya pernah dilanda krisis ekonomi dan Covid-19, namun masih bisa dihadapi.

Kondisi itu tentu akan berbeda ketika negara seperti Indonesia menghadapi krisis pangan. “Pangan sangat strategis untuk Indonesia. Kalau krisis ekonomi Indonesia masih bisa bertahan, krisis seperti Covid-19, Indonesia masih bisa bertahan. Tapi kalau kita krisis pangan, itu menjadi masalah besar,” kata Mentan.

Menanggapi pernyataan itu, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwijono Hadi Darwanto, menilai bahwa optimisme Mentan perlu dikaji lebih dalam. Sebab, terdapat faktor-faktor penting yang harus diperhitungkan, seperti pertambahan jumlah penduduk dan pengurangan lahan sawah untuk pangan.

“Boleh saja berasumsi seperti itu, tetapi perlu mempertimbangkan pertambahan jumlah penduduk dan pengurangan lahan sawah untuk pangan. Asumsi tersebut bisa dicapai jika angka pertambahan pangan per tahunnya lebih besar dari angka pertambahan penduduk. Pertanyaannya, apakah pertambahan pangan bisa melebihi pertambahan penduduk dalam kondisi menurunnya areal pangan sekitar 100 hektare per tahun,” kata Dwijono.

Lebih lanjut, Dwijono menjelaskan bahwa dalam sepuluh tahun ke depan, diperkirakan akan dibutuhkan sekitar 600 hektare lahan pangan baru untuk memenuhi kebutuhan nasional. Namun, membuka lahan baru sering kali berarti berhadapan dengan tantangan produktivitas yang lebih rendah dibandingkan lahan yang sudah ada sebelumnya.

“Jadi, asumsi di atas perlu mempertimbangkan pertambahan penduduk sekaligus pengurangan areal lahan pangan per tahun. Tampaknya Mentan terlalu optimis dalam perkiraannya,” tambahnya.

Dengan berbagai tantangan tersebut, upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi pangan perlu didukung dengan kebijakan yang realistis, berbasis data, serta mempertimbangkan faktor lingkungan dan sosial.

“Langkah strategis dalam meningkatkan efisiensi pertanian, pengelolaan lahan, dan teknologi pertanian menjadi aspek krusial agar Indonesia dapat mencapai target swasembada pangan tanpa bergantung pada impor dalam jangka panjang,” pungkas Dwijono.

Stimulus ke Petani

Pengamat pertanian dari Fakultas Pertanian, Sains dan Teknologi, Universitas Warmadewa (Unwar), Denpasar, Bali I Nengah Muliarta sepakat dengan Pemerintah untuk menggenjot produksi pangan sembari memberi stimulus ke petani agar bergairah dalam memacu produksi.

Makanya dia berpandangan, perlunya melindungi produk dengan menaikkan tarif impor untuk komoditas pangan. Upaya mendorong swasembada tidak bisa hanya dengan dari mimbar ke mimbar atau seminar di gedung-gedung tetapi langkah konkret.

“Bagi saya, penting menaikkan tarif impor pangan. Ini langkah strategis yang dapat membantu meningkatkan daya saing produk lokal, mengurangi ketergantungan pada impor, dan mendukung pembangunan pertanian domestik,” kata Muliarta.

Pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan dengan cermat agar dapat mengoptimalkan potensi sektor pertanian sehingga benar-benar bisa mengendalikan pangan global.

Peningkatan tarif impor ujarnya membuat petani bergairah untuk meningkatkan produksi, karena pemerintah membantu menciptakan lingkungan yang lebih adil bagi petani lokal.

“Dengan adanya tarif yang lebih tinggi, produk impor akan menjadi lebih mahal, sehingga konsumen cenderung memilih produk lokal yang lebih terjangkau,”ujarnya.

Redaktur: Vitto Budi

Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.