Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Perlu Diketahui, Pelet Sampah Bisa Ganti Batubara di PLTU

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya Bakar menyatakan pelet yang dibuat dari sampah bisa menggantikan batubara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk memproduksi listrik.

RDF (refuse-derived fuel) merupakan teknik sampah yang dicacah lalu dikeringkan, kemudian menjadi pelet.

"RDF (refuse-derived fuel) itu teknik sampah dicacah lalu dikeringkan, kemudian menjadi pelet. Pelet kecil-kecil sebagai pengganti batu bara," katanya dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR di Gedung DPR/MPR.

Pelet kecil-kecil itu nantinya sebagai pengganti batubara yang diolah di PLTU.

Siti mengatakan setidaknya ada 5% dari PLTU di Indonesia sudah memakai pelet sampah untuk memproduksi listrik.

Pelet sampah juga faktanya lebih ramah lingkungan karena kalori yang dihasilkan lebih sedikit.

Siti mengaku kini pihak KLHK tengah mendorong Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk meningkatkan jumlah PLTU yang memakai pelet sampah dibandingkan batubara.

"Di NTB kalau lihat harga mesinnya Rp30 juta, mesin cacahnya. Harga pengeringan lain-lain itu Rp120 juta. Untuk kapasitas kalau nggak salah di Mataram itu 100 ton per hari," tutur Siti.

Produksi Emisi Gas Rumah Kaca dari Batubara

Apabila melihat kondisi di lapangan, sektor energi terbarukan belum memiliki kinerja yang baik.

Akibatnya produksi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan PLTU batubara masih tinggi.

Dalam kurun 2000-2018, sektor energi terbarukan baru berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 19 persen.

Sementara itu, penurunan emisi di sektor kehutanan telah mencapai 70 persen.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi IV DPR Sudin meminta KLHK merinci perbandingan harga jika PLTU mengganti batubara dengan pelet sampah.

Oleh karena itu, Siti lebih menyarankan pemerintah mensubsidi sumber listrik dari sampah itu.

"Kenapa nggak sumber listrik dari sini disubsidi oleh pemerintah agar dibeli PLN. Orang swasta saja sampai Rp10 triliun ada. Harusnya diambil alih dong, subsidi. Karena sampah menjadi masalah nasional," ujar Siti.

Di sisi lain, Greenpeace Indonesia memproyeksi PLTU berbahan batubara akan menyumbang 330 juta ton emisi per tahun pada 2080 jika seluruh kapasitas sebesar 55 gigawatt beroperasi.

Sebagai informasi, emisi gas rumah kaca nyatanya berperan besar dalam memperparah krisis iklim dunia.

Sementara, pemerintah memiliki target penurunan emisi 29 persen hingga 41 persen pada 2030.

Dengan masih masifnya penggunaan batubara di sektor energi, sejumlah aktivis lingkungan pesimis target nasional dan global terkait perubahan iklim bisa tercapai.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Zulfikar Ali Husen

Komentar

Komentar
()

Top