Australia Setujui Pembangunan PLTS Terbesar di Dunia
Foto: IstimewaPemerintah Australia menyetujui sebuah rencana besar untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya dan baterai besar-besaran yang akan mengekspor energi ke Singapura, sebuah proyek yang disebut-sebut sebagai "pembangkit listrik tenaga surya terbesar di dunia".
Pihak berwenang mengumumkan persetujuan lingkungan untuk proyek seluas 12 ribu hektar yang dikenal sebagai SunCable senilai 24 miliar dolar AS atau setara Rp372 triliun di wilayah terpencil utara Australia yang dijadwalkan akan memberikan listrik bagi tiga juta rumah. Proyek ini, yang akan mencakup serangkaian panel, baterai dan, pada akhirnya, kabel yang menghubungkan Australia dengan Singapura, didukung oleh miliarder teknologi dan aktivis lingkungan Mike Cannon-Brookes.
"Ini akan menjadi kawasan tenaga surya terbesar di dunia dan menandai Australia sebagai pemimpin dunia dalam energi hijau," kata Menteri Lingkungan Hidup Tanya Plibersek, dikutip dari AFP, Senin (26/8).
Proyek tersebut diharapkan dapat memproduksi energi dimulai pada tahun 2030, dan menyediakan 4 gigawatt untuk penggunaan domestik. Sementara, 2 gigawatt lagi akan dikirim ke Singapura melalui kabel bawah laut, memasok sekitar 15 persen dari kebutuhan negara kota tersebut.
Direktur Pelaksana SunCable Australia, Cameron Garnsworthy mengatakan, persetujuan tersebut merupakan "momen penting dalam perjalanan proyek ini". Sejumlah proses persetujuan dan rintangan lainnya masih ada meskipun lampu hijau telah diberikan. Proyek ini bergantung pada persetujuan dari otoritas pasar energi Singapura, pemerintah Indonesia dan masyarakat adat Australia.
Otoritas pasar energi Singapura mengatakan, mereka sedang dalam "diskusi dengan Sun Cable mengenai proposal impor listrik ke Singapura" tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut.
"SunCable sekarang akan memfokuskan upayanya pada tahap perencanaan berikutnya untuk memajukan proyek ini menuju keputusan investasi akhir yang ditargetkan pada tahun 2027," ujar Garnsworthy.
Negara-negara di seluruh dunia berlomba-lomba untuk menghadirkan proyek-proyek tenaga surya besar secara online untuk memudahkan transisi dari bahan bakar fosil yang berpolusi. Tiongkok memimpin dengan membangun hampir dua kali lipat kapasitas tenaga angin dan surya dibandingkan dengan negara lain.
Negara ini mengoperasikan pembangkit listrik tenaga surya Midong sebesar 3,5 gigawatt secara online tahun ini, fasilitas terbesarnya sejauh ini. Sebaliknya, Australia tetap menjadi salah satu pengekspor batu bara dan gas terkemuka di dunia, meskipun dilanda dampak perubahan iklim mulai dari panas yang menyengat hingga banjir dan kebakaran hutan.
Meskipun warga Australia adalah salah satu pengadopsi panel surya rumah tangga yang paling antusias di dunia, sejumlah pemerintah ragu-ragu untuk merangkul energi terbarukan.
Energi terbarukan menyumbang 32 persen dari total pembangkit listrik Australia pada tahun 2022 dibandingkan dengan batu bara yang menyumbang 47 persen, menurut data pemerintah terbaru.
Plibersek memuji proyek ini sebagai cara untuk memenuhi proyeksi kekurangan energi Australia dan menciptakan 14.300 lapangan kerja baru di Australia bagian utara.
Ken Baldwin, direktur Energy Change Institute di Australian National University, mengatakan bahwa proyek ini merupakan "yang pertama di dunia" untuk mengekspor listrik terbarukan dari tenaga surya dan angin dalam skala besar.
"Australia memiliki beberapa sumber daya surya dan angin terbaik di antara negara manapun dan, sebagai hasilnya, memasang tenaga surya dan angin pada salah satu tingkat tercepat di antara negara manapun di dunia dalam basis per kapita," ucapnya.
Baldwin menambahkan, momentum ini harus terus berlanjut, terutama jika Australia ingin mencapai target nol karbon pada tahun 2050. Menurut dia, selama lima tahun terakhir, Australia telah berinvestasi besar-besaran di bidang tenaga surya dan angin, namun perlu melipatgandakan dan melipatgandakan investasi tersebut untuk mencapai lintasan iklim menuju masa depan tanpa emisi pada tahun 2050.
Ia mengatakan, Australia akan membutuhkan sekitar 100 gigawatt kapasitas tenaga surya dan angin pada tahun 2030-an. Proyek SunCable hanya akan menyediakan empat gigawatt dari kebutuhan tersebut.
Redaktur: Fiter Bagus
Penulis: Rivaldi Dani Rahmadi
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Selama 2023-2024, ASDP Kumpulkan 1,72 Ton Sampah Plastik
- 2 Kemenperin Desak Produsen Otomotif Tiongkok di Indonesia Tingkatkan Penggunaan Komponen Lokal
- 3 Jepang Siap Dukung Upaya RI Wujudkan Swasembada Energi
- 4 Irena Sebut Transisi Energi Indonesia Tuai Perhatian Khusus
- 5 Perkuat Kolaborasi, PM Jepang Dukung Indonesia untuk Jadi Anggota Penuh OECD
Berita Terkini
- Pada Hari Desa Nasional, Tito Mengajak Hidupkan Desa dan Tekan Urbanisasi
- Pemkab Cianjur dan Kementerian PUPR Bangun Sekolah Rusak
- Buruan, Gramedia Banting Harga Buku Mulai 5.000 Rupiah
- Midea Rilis Kulkas Berkapasitas Besar yang Hemat Energi
- Musyawarah Kadin Indonesia Siap Digelar, Arsjad Rasjid Pertahankan Keutuhan Organisasi