Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Perjuangan Para Aktivis dalam Remuk Redam

A   A   A   Pengaturan Font

Dari hari ke hari, mereka menjalani rutinitas siksaan perih tiada terperi. Diintrogasi. Diinjak, ditendang, dipukul, diestrum, dan digantung. Mereka juga ditelentangkan di atas balok es. Sederetan siksa itu agar mereka bersedia menjawab tokoh di balik gerakan. Mereka tetap bungkam, tanpa takut. Sikap ini senapas penggalan sajak Wiji Thukul, "..Jika kau menghamba pada ketakutan, kita memperpanjang barisan perbudakan."

Usai disiksa, Laut terdiam dalam sunyi. Seketika sunyi itu luruh kala ingatannya mengantarkan pada petuah sang penyair. Jangan takut pada gelap yang bagian dari kehidupan sehari-hari. Pada setiap gelap ada terang, meski hanya secercah, meski hanya di ujung lorong. Tapi jangan sampai kita tenggelam dalam kekelaman. Kelam adalah kepahitan, keputus-asaan dan rasa sia-sia. Jangan pernah membiarkan kekelaman menguasai kita, apalagi menguasai Indonesia (hal 225).

Indonesia memang berhasil menyisihkan kekelaman. Orde Baru tumbang. Namun, Laut tak bisa lagi merasakan Indonesia baru. Ia dan beberapa temannya dilumatkan rezim-nyaris tak menyisakan jejak ataupun bayang.

Sejak mereka hilang, keluarga berada dalam kegamangan. Sendu menyelimuti keluarga korban yang menanti ketidakpastian. Orangtua Laut saat membersihkan kamar dan koleksi bacaannya, selalu menyediakan piring makan, andai Laut muncul tiba-tiba. Inilah yang membuat Asmara Jati, adik Laut, khawatir atas perilaku orangtuanya itu.

Baca Juga :
Balap Motor Jalanan

Para keluarga korban tak diam dan larut dalam duka. Mereka bersama teman-teman Laut berusaha keras mencari ke kepulauan seribu. Hingga kini mereka terus berjuang menuntut keadilan. Salah satunya dalam bentuk aksi kamisan di depan Istana Negara.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top