Peran Lebah yang Membantu Atasi Konflik antara Gajah dan Manusia di Kenya
Foto: AFP/Tony KARUMBASEORANG petani perempuan Kenya bernama Charity Mwangome mengatakan bahwa mereka dulunya sangat membenci gajah. Hal itu ia beberkan sambil berhenti sejenak dari pekerjaannya di bawah naungan pohon baobab. Suara lebah yang bersenandung di latar belakang merupakan salah satu alasan mengapa kebenciannya telah memudar.
Perempuan bertubuh kecil berusia 58 tahun itu mengatakan gajah rakus sering kali merusak hasil kerja selama berbulan-bulan di lahan pertaniannya yang terletak di antara dua bagian Taman Nasional Tsavo di Kenya yang terkenal di dunia.
Gajah disukai oleh para wisatawan karena kehadiran mereka di taman nasional telah menyumbang sekitar 10 persen dari PDB Kenya. Namun hewan-hewan tersebut dibenci oleh sebagian besar petani lokal, yang merupakan tulang punggung perekonomian negara tersebut.
Konservasi gajah di Kenya sendiri telah meraih kesuksesan besar. Jumlah populasi gajah di Tsavo meningkat dari sekitar 6.000 ekor pada pertengahan 1990-an menjadi hampir 15.000 ekor pada tahun 2021, menurut Dinas Satwa Liar Kenya (KWS).
Akan tetapi, populasi manusia juga bertambah pesat, sehingga mengganggu rute penggembalaan dan migrasi ternak. “Bentrokan yang terjadi menjadi penyebab utama kematian gajah,” kata KWS.
Mwangome selalu menolak kompensasi saat dia kehilangan hasil panennya dan ia mengakui amat marah dengan para konservasionis. Namun, proyek jangka panjang oleh lembaga konservasi Save the Elephants memberinya solusi yang tak terduga yang bisa menghalangi beberapa hewan terbesar di alam dengan beberapa hewan terkecilnya yaitu lebah madu Afrika.
Pagar sarang lebah kuning cerah sekarang melindungi beberapa lahan lokal, termasuk milik Mwangome.
Sebuah studi sembilan tahun yang diterbitkan bulan lalu menemukan bahwa gajah menghindari peternakan dengan lebah ganas sebanyak 86 persen pada saat puncak musim panen.
Seorang petani sedang memeriksa pagar sarang lebah di lahan pertaniannya dekat Kota Voi, Kenya, pada akhir Oktober lalu. Berkat solusi teknologi tepat guna ini, para petani bisa melindungi panennya dari gangguan gajah karena dengungan dan bau lebah amat dibenci oleh hewan mamalia besar tersebut.
“Ternyata pagar sarang lebah bisa menyelamatkan kami,” ucap Mwangome.
Dengungan intens dari 70.000 lebah sudah cukup untuk membuat banyak hewan lainnya melarikan diri, termasuk seekor gajah seberat enam ton. Tetapi Loise Kawira dengan tenang mengangkat sebuah nampan di tempat pemeliharaan lebahnya untuk memperlihatkan sarang rumit berisi madu.
Kawira, yang bergabung dengan Save the Elephants pada tahun 2021, adalah seorang konsultan peternak lebah yang melatih dan memantau petani dalam tugasnya yang rumit ini.
Proyek Kawira ini mendukung 49 petani, yang lahannya dikelilingi oleh 15 pagar sarang yang saling terhubung. Masing-masing digantung pada kawat berminyak beberapa meter dari tanah, yang melindungi mereka bukan hanya dari serangan luak dan serangga, tetapi juga dari gangguan gajah yang lapar.
“Begitu gajah mendengar suara dengungan lebah dan baunya, mereka langsung lari tunggang langgang,” tutur Kawira kepada AFP.
Solusi Alternatif
Upaya proyek itu memang efektif, tetapi kekeringan baru-baru ini, yang diperburuk oleh perubahan iklim, telah menimbulkan tantangan. “(Dalam) kondisi panas total dan kekeringan, lebah-lebah kabur,” kata Kawira.
Sementara itu biaya pemasangan sarang lebah ini memang mahal, namun penyelenggara proyek mengatakan biayanya masih lebih murah daripada pemasangan pagar listrik.
Beberapa saat setelah AFP tiba di pertanian Mwanajuma Kibula, yang berbatasan dengan salah satu taman Tsavo, pagar sarang lebahnya telah mengusir seekor gajah. Hewan seberat lima ton itu datang menyerang dengan kulit berlumuran lumpur merah, bergemuruh dan kemudian berbalik arah secara tiba-tiba di daerah tersebut.
“Saya tahu tanaman saya terlindungi,” kata Kibula dengan rasa lega. Kibula, 48 tahun, juga bisa memanen madu dua kali setahun dari sarangnya, menghasilkan 450 shilling per toples, cukup untuk membayar biaya sekolah anak-anaknya.
Bagi mereka yang tidak mampu memelihara lebah, Save the Elephants menawarkan solusi alternatif seperti pagar berbahan logam yang akan berbunyi bila diguncang oleh gajah yang mendekat, dan kain lap yang dibasahi solar atau cabai untuk mengusir mereka. Namun semua itu tidak selalu memadai.
“Saya sudah mencoba menanam tetapi setiap kali panen tiba, gajah datang dan merusak tanaman,” kata Mwalada kepada AFP. “Itulah kisah hidupku, kehidupan yang penuh perjuangan,” tuturnya. AFP/I-1
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 3 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
- 4 Permasalahan Pinjol Tak Kunjung Tuntas, Wakil Rakyat Ini Soroti Keseriusan Pemerintah
- 5 Meluas, KPK Geledah Kantor OJK terkait Penyidikan Dugaan Korupsi CSR BI
Berita Terkini
- Dukung UMKM Go Global, BNI Gandeng PT Pos Perkuat Ekosistem Logistik dan Pembiayaan
- Siap Hadapi Puncak Arus Pertama Libur Nataru, Berikut Persiapan ASDP Ketapang
- Riset Ungkap Musik Bisa Mengubah Cara Kita Mengingat Kenangan Masa Lalu
- Albania Izinkan Agrisolar dan Tenaga Angin di Padang Rumput
- InJourney Airports Hadirkan Libur Nataru Seru di Bandara Lewat Beragam Aktivitas, Simak Jadwalnya