Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penanaman Modal Asing I PMA Global Naik 77% Jadi 1,65 Triliun dollar AS pada 2021

Penyebaran Investasi Global Tidak Merata

Foto : Sumber: BKPM – Litbang KJ/and - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Dari total kenaikan FDI global sebesar 718 miliar dollar AS hampir tiga perempat di di negara maju.

» Investasi ke Tiongkok pada 2021 meningkat 20 persen dan mencatatkan rekor 179 miliar dollar AS.

JENEWA - Penanaman Modal Asing (PMA) langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) global sudah menunjukkan pemulihan atau rebound yang cukup kuat pada 2021.

Rebound itu terlihat pada melonjaknya PMA global sebesar 77 persen menjadi sekitar 1,65 triliun dollar AS dibanding 929 miliar dollar AS pada 2020, bahkan melampaui tingkat sebelum pandemi Covid-19 merebak.

Laporan terbaru Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) seperti diterbitkan dalam Investment Trends Monitor terbaru menyebutkan, pemulihan memang berlangsung, tetapi sangat tidak merata. Pembiayaan infrastruktur naik karena paket stimulus pemulihan, tetapi aktivitas greenfield investment tetap lemah di seluruh sektor industri.

Greenfield investment sendiri adalah investasi dalam bentuk pendirian unit-unit produksi baru di mana modal asing sepenuhnya dimiliki oleh perusahaan atau investor asing di negara penerima investasi tersebut.

"Dari total peningkatan arus FDI global pada tahun 2021 (718 miliar dollar AS), lebih dari 500 miliar dollar AS, atau hampir tiga perempat, tercatat di negara maju. Ekonomi berkembang, terutama negara-negara kurang berkembang (Least Developed Countries, LDC) melihat pertumbuhan pemulihan yang lebih moderat," sebut laporan itu.

"Pemulihan arus investasi ke negara-negara berkembang menggembirakan, tetapi stagnasi investasi baru di negara-negara kurang berkembang di industri yang penting untuk kapasitas produktif, dan sektor-sektor utama Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) - seperti listrik, makanan atau kesehatan, merupakan penyebab utama kekhawatiran," kata Sekretaris Jenderal UNCTAD, Rebeca Grynspan.

Laporan itu juga mengatakan kepercayaan investor kuat di sektor infrastruktur, karena didukung pembiayaan jangka panjang yang menguntungkan, paket stimulus pemulihan dan program investasi luar negeri.

Sebaliknya, kepercayaan investor terhadap industri dan rantai nilai global masih lemah. Pengumuman proyek greenfield investment pun praktis masih datar.

Didorong oleh FDI jasa-jasa yang kuat, investasi ke Tiongkok pada 2021 meningkat 20 persen, sehingga mencatatkan rekor 179 miliar dollar AS. Prospek FDI global pada tahun 2022 adalah positif, tetapi rebound tingkat pertumbuhan pada 2021 tidak mungkin terulang.

"Investasi baru di bidang manufaktur dan rantai nilai global tetap pada tingkat yang rendah, sebagian karena dunia berada dalam gelombang pandemi Covid-19 dan karena meningkatnya ketegangan geopolitik," Direktur Investasi dan Perusahaan di UNCTAD, James Zhan.

"Selain itu, butuh waktu untuk investasi baru terjadi. Biasanya ada jeda waktu antara pemulihan ekonomi dan pemulihan investasi baru di bidang manufaktur dan rantai pasokan," tambah Zhan.

Prioritaskan Produk Lokal

Pakar Ekonomi dari Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI), Surabaya, Leo Herlambang, yang diminta pendapatnya, mengatakan bahwa prediksi pemulihan yang tidak merata memang benar karena pembiayaan infrastruktur yang seharusnya meningkat, malah tersedot pada berbagai program pemulihan.

"Memang pemulihan akan terkendala karena bagaimanapun proyek infrastruktur adalah motornya, dari situ diharapkan akan menggerakkan roda ekonomi lebih luas lagi. Tetapi tergantung kemampuan mengelola masing-masing negara. Indonesia misalnya, Pak Jokowi sudah menyiapkan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan. Jika proyek tersebut berjalan maka akan menjadi agregat dalam memunculkan turunan-turunannya, misalnya industri semen, baja, dan lain-lain," kata Leo.

Begitu pula banyak tenaga kerja yang memiliki penghasilan sehingga industri lain, seperti makanan dan pakaian ikut tumbuh. Dalam pengembangnnya diharapkan memprioritaskan produk dalam negeri. "Kalau sampai impor, sama saja kita mengalirkan uang keluar, membantu pemulihan ekonomi negara lain," kata Leo.

Sementara itu, Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan distribusi yang tidak merata karena global value chain yang masih rendah.

Kenaikan FDI, jelasnya, wajar, karena lockdown telah menunda semua proyek investasi. Ketika kasus Covid-19 mereda, investasi yang tertunda tadi tentunya akan dilaksanakan.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top