Penyebab Bencana Hidrometeorologi Bukan Hanya Cuaca Ekstrem
TERISOLIR BANJIR I Pengendara roda dua menggunakan rakit menerobos banjir di Desa Idaman, Kecamatan Patia, Kabupaten Pandeglang, Banten, Rabu (28/12). Pada hari keempat bencana banjir yang terjadi di daerah tersebut, sejumlah akses jalan menuju daerah terisolir banjir.
Foto: ANTARA/MUHAMMAD BAGUS KHOIRUNASJAKARTA - Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Didi Setiadi, menyebut bencana hidrometeorologi bukan hanya disebabkan cuaca ekstrem. Adapun faktor penyebab lain yaitu kondisi lingkungan, kondisi demografi, dan kemampuan penanggulangan bencana.
"Penyebab kejadian bencana tidak hanya satu, tapi komplikasi semuanya," ujar Didi dalam Diskusi Bisaan Bangga secara virtual, Rabu (28/12).
Dia menambahkan, Indonesia selain rawan bencana geologi juga rawan terhadap bencana hidrometeorologi. Bencana hidrometeorologi adalah bencana yang diakibatkan oleh aktivitas cuaca, seperti siklus hidrologi, curah hujan, temperatur, angin dan kelembapan. Bentuk bencana hidrometeorologi berupa kekeringan, banjir, badai, kebakaran hutan, longsor, angin puyuh, gelombang dingin, hingga gelombang panas.
Indonesia merupakan wilayah energi tinggi sehingga dalam prosesnya terjadi dinamika yang bisa memicu cuaca ekstrem yang sulit diprediksi. "Kondisi wilayah Indonesia itu cenderung terjadinya kondisi ekstrem terutama hujan karena kita penghasil hujan terbesar di dunia," jelasnya.
Laboratorium Iklim
Didi mengungkapkan Indonesia kerap disebut laboratorium iklim. Menurutnya, kondisi iklim yang terjadi di Indonesia berpengaruh terhadap iklim global, begitu juga sebaliknya Indonesia menjadi paling terdampak akibat perubahan iklim global.
Dia menambahkan, Indonesia menjadi kunci dalam mengatasi masalah iklim global. Menurutnya, semua pihak harus mulai meningkatkan kemampuan pengelolaan risiko bencana sebagai langkah mitigasi dampak buruk perubahan iklim.
"Pengelolaan risiko bencana tanggung jawab semua pihak. Pemerintah wajib melindungi warganya dengan cara mengelola risiko bencana dengan memperkecil dampak bencana. Masyarakat serta dunia usaha juga harus ikut berperan," katanya.
Didi menekankan, dalam pengelolaan risiko bencana terdapat proses pengkajian dan pengendalian. Pengkajian dilakukan jauh sebelum terjadi bencana dengan analisis estimasi dan evaluasi risiko.
Sedangkan dalam proses pengendalian mencakup pencegahan dan penanganan pasca bencana. Menurutnya, proses tersebut harus dilakukan untuk meminimalisir dampak dari bencana. "Seluruh kegiatan perlu dilakukan dan tujuannya berusaha mengurangi risiko tersebut sekecil mungkin," tandasnya.
Redaktur: Redaktur Pelaksana
Penulis: Muhamad Ma'rup
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Ayo Dukung Penguatan EBT, Irena Jadikan Asean sebagai Prioritas Percepatan Transisi Energi
- 2 Mulai 23 Januari, Film '1 Kakak 7 Ponakan' Tayang di Bioskop
- 3 Cegah Penularan, Pemprov Jatim Salurkan 7.000 Dosis Vaksin PMK ke Pacitan
- 4 Tindak Tegas, KPK Tahan Dua Tersangka Kasus Korupsi di Pemkot Semarang
- 5 Napoli Hadapi Ujian Berat dari Atalanta
Berita Terkini
- Kurangi Kebergantungan pada Pembiayaan Asing, Berikut Ini Alasannya
- Bappenas Klaim Indonesia Tunjukkan Komitmen Kuat Capai SDGs
- RI Harus Perbaiki Iklim Bisnis Jika Ingin Jadi Tujuan Relokasi Pabrik Tiongkok
- Dukung Swasembada Pangan, Kementan Ajak Petani Tanam Jagung Pulut Lokal
- Pelibatan UMKM-Koperasi di Program Pemerintah Bantu Wujudkan Ekonomi 8 Persen