Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Penyandang Disabilitas Rentan Dijadikan ‘Vote Getter’ dalam Pemilu

Foto : the Conversation/Antara/Muhammad Adimaja

Deklarasi pemilu akses ramah disabilitas.

A   A   A   Pengaturan Font

Pada Pemilu 2014, organisasi penyandang disabilitas membuat kontrak politik dengan calon presiden melalui Piagam Suharso, dan baru direalisasikan oleh pemerintah pada 2016 dengan diterbitkannya UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Namun, implementasi aturan ini juga perlu dievaluasi.

Pada Pemilu 2019, isu disabilitas kembali menjadi strategi untuk menarik massa. Ini cukup bisa dipahami, mengingat jumlah pemilih penyandang disabilitas mencapai 1.247.730 orang, dengan uraian tuna daksa 83.182, tuna netra 166.364, tuna rungu 249.546, tunagrahita 332.728, dan disabilitas lainnya 415.910.

Pada periode tersebut, jumlah pemilih disabilitas meningkat dengan diberikannya akses bagi penyandang disabilitas mental untuk mendapat hak suara. Awalnya, ini tampak menjadi satu langkah maju dalam upaya negara memberikan pemenuhan hak politik warganya. Kenyataannya, secara praktik, yang terjadi adalah adanya voter suppression bagi penyandang disabilitas mental alias penindasan terhadap pemilih agar mereka tidak menggunakan hak pilih.

Mereka dianggap tidak mampu memilih dan tidak perlu diberikan hak pilih, sehingga muncul berbagai komentar dan meme yang bersifat diskriminatif terhadap para penyandang disabilitas.

Dengan demikian, tidak salah jika publik patut mewaspadai jika antusiasme para tokoh politik terhadap Putri hanya strategi unjuk diri mereka untuk menunjukkan bahwa mereka benar-benar peduli pada para penyandang disabilitas. Intinya, ini semua, bisa jadi, hanya demi mendulang suara.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top