Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Kasus Evergrande di Tiongkok

Penyaluran Kredit Properti yang Spekulatif Harus Dievaluasi

Foto : Sumber: Bank Indonesia – Litbang KJ/and - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu memetik pelajaran dari fenomena bubble property (penggelembungan properti) oleh perusahaan pengembang (real estat), Evergrande, di Tiongkok. Otoritas harus mengevaluasi pada sistem pendanaan agar tidak digunakan untuk ajang spekulatif.

Pakar Ekonomi dari Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI), Surabaya, Leo Herlambang, yang diminta pendapatnya dari Jakarta, Rabu (22/9), mengatakan dengan mengevaluasi regulasi maka perbankan akan lebih mengutamakan pendanaan untuk sektor riil, terutama untuk membangun ketahanan pangan dan ekonomi kerakyatan.

"Sebagai otoritas, BI dapat mengatur perbankan yang selama ini menyalurkan kredit, dengan mengatur besaran Loan To Value (LTV) untuk Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan uang mukanya, terutama terhadap pembeli di kota besar yang cenderung spekulatif," kata Leo.

Hal itu bisa dengan mengenakan suku bunga lebih tinggi, sedangkan daerah-daerah yang baru akan bangkit, di mana calon pembelinya memang masih membutuhkan rumah, perlu didukung dengan suku bunga kredit yang lebih rendah. Alokasi kredit perbankan, jelasnya, harus lebih berpihak pada masyarakat yang mayoritas di perdesaan, terutama kredit ke sektor pertanian dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai industri olahan yang menyerap tenaga kerja terbesar di perdesaan.

"Jangan sektor properti terus yang dikasih, perbankan perlu menyediakan alokasi kredit ke pertanian dan UMKM setidaknya hingga 25 persen," kata Leo.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top