Pengurus Gedung Apartemen yang Nekad Bertahan di Tengah Malapetaka Kebakaran di Los Angeles
Pengurus apartemen bernama Jeff Ridgway (kiri) berbincang dengan sejumlah petugas kepolisian Los Angeles yang memeriksa keadaan usai kebakaran hebat melanda kawasan Pacific Palisades di Los Angeles, California, AS, pada Senin (13/1) lalu.
Foto: AFP/Patrick T FallonDi antara puing-puing bangunan di kawasan Pacific Palisades yang hangus, Jeff Ridgway mengajak anjingnya yang bernama Abby berjalan-jalan seolah tidak terjadi apa-apa. Tidak seperti puluhan ribu orang yang mengungsi akibat kebakaran hutan, pengurus gedung apartemen ini menolak untuk mengungsi.
Ridgway memilih untuk bertahan di tempat tinggalnya yang berada di lingkungan kelas atas Los Angeles ini selama sepekan untuk mempertahankan keutuhan gedung apartemennya dengan selang taman dan ember berisi air.
"Itu bagai sebuah perang," kata pria California berusia 67 tahun itu kepada AFP, sambil menunjuk ke pohon eukaliptus yang menghitam penuh jelaga setelah ia berupaya mencegahnya agar tidak terbakar, tepat di depan gedung apartemen tempat ia tinggal dan bekerja.
"Tetapi saya amat nekad. Saya seperti berkata: Saya tidak akan dikalahkan olehmu. Maaf, ini tidak boleh terjadi,”.
Setelah hampir 35 tahun tinggal di kompleks apartemen ini, Ridgway bertekad untuk menyelamatkan 18 unit apartemen yang diurusnya dari kebakaran hebat. Ketika kota kehabisan air untuk disemprot, ia terpaksa mengambil air dalam ember dari kolam renang.
"Saya merasa punya tanggung jawab tertentu, baik terhadap rumah dan barang-barang saya, tetapi juga terhadap barang-barang mereka," katanya, merujuk pada para penyewa gedung apartemennya.
Beberapa kebakaran terus terjadi di Los Angeles, di mana sedikitnya 24 orang tewas. Di kawasan Pacific Palisades dan di seluruh kota di Altadena, blokade jalan oleh polisi dan militer telah menutup wilayah yang paling parah terkena dampak, bahkan dari penduduk yang mencoba kembali.
Namun memilih Ridgway tidak pernah pergi dan tidak ingin berakhir di kamar hotel atau tempat penampungan. Jadi dia tetap bertahan di apartemennya, meskipun menyaksikan pemandangan sunyi di luar jendelanya.
Para penyewa apartemen, yang akhirnya pergi, telah mengiriminya bekal air minum kemasan dan makanan, melalui seorang petugas polisi yang baik hati. Aneka jeruk keprok, tomat, dan perlengkapan lainnya cukup untuk ia bertahan setidaknya selama dua pekan. Dia bahkan menerima kaus kaki baru dan dendeng ayam untuk anjingnya.
"Dia sangat senang dengan makanannya sekarang. Dan jika dia senang, maka saya pun cukup senang," kata Ridgway sambil tersenyum penuh kasih sayang pada anjing spanielnya.
Tanpa listrik, dia telah mengenakan pakaian yang sama, atasan wol dan celana jinsnya penuh jelaga, selama berhari-hari. "Aku perlu mandi," ucap Ridgway. "Dia juga perlu mandi," kata dia, mengacu pada anjingnya yang setia. "Saya mulai memanggilnya Smudge, karena dia sudah amat kotor."
Beruntungnya, Ridgway tidak asing dengan kondisi-kondisi darurat karena ia pernah mengalami beberapa perjalanan berkemah yang sulit dan melelahkan ke Taman Nasional Yosemite yang terpencil.
Bagaikan “Shangri-la”
Bagi Ridgway, kawasan Pacific Palisades amat memikat hati mantan penjual buku ini bertahun-tahun lalu. Baginya, perbukitan yang menghadap Samudra Pasifik ini bukan sekadar tempat singgah bagi warga selebriti seperti Anthony Hopkins semata.
"Ini adalah Shangri-la," kata Ridgway. "Di sini merupakan komunitas nyata. Komunitas itu punya sejarah panjang," tutur dia.
Kawasan ini dikenal berkat Getty Villa, sebuah rumah besar bergaya Romawi kuno dengan koleksi barang antik klasik yang amat berharga. Desainer terkenal Charles dan Ray Eames juga membangun sebuah studio di lereng bukit. Dengan blok beton berwarna-warni, bangunan ini telah menjadi bangunan penting arsitektur modern pertengahan abad.
Sejauh ini bangunan berharga ini berhasil selamat dari jilatan api. Namun, hanya sepelemparan batu dari apartemen Ridgway, sebuah mal dengan fasad berhias yang dibangun pada tahun 1924, kini telah rata dengan tanah.
"Apartemen kami mungkin salah satu yang tertua di kota ini sekarang," keluh Ridgway di kediamannya yang dibangun pada era ‘50-an.
Walau begitu Ridgway yakin lingkungan tempat tinggalnya akan bangkit dari kebakaran dan menjadi surga sekali lagi, karena alasan yang sama yang membuatnya awalnya jatuh cinta pada lingkungan itu.
"Pada akhirnya, kita masih punya gunung di sana, kita punya lautan di sana, dan yang terpenting, kita punya langit biru dan kualitas udara yang baik. Itulah yang akan membuat orang kembali," tutur dia. AFP/I-1