Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perlindungan Warga

Pengungsi Internal Capai 71,1 Juta karena Perang dan Perubahan Iklim

Foto : ISTIMEWA

Perubahan Iklim

A   A   A   Pengaturan Font

JENEWA - Menurut data yang dipublikasikan pada Kamis (11/5), jumlah pengungsi internal (orang yang harus mengungsi dalam negeri sendiri) mencapai rekor 71,1 juta di seluruh dunia tahun lalu. Hal Ini terjadi akibat konflik seperti perang di Ukraina dan bencana iklim seperti banjir monsun di Pakistan.

Dilansir oleh The Straits Times, Pusat Pemantauan Pemindahan Internal atau Internal Displacement Monitoring Centre (IDMC), yang berbasis di Jenewa, mengatakan angka itu mewakili peningkatan 20 persen sejak 2021, dengan jumlah orang yang melarikan diri untuk mencari keselamatan dan tempat berlindung yang belum pernah terjadi sebelumnya.

IDMC mengatakan hampir tiga perempat orang terlantar di dunia tinggal di 10 negara, termasuk Suriah, Afghanistan, Republik Demokratik Kongo, Ukraina, dan Sudan, karena konflik yang mendorong perpindahan signifikan pada 2022.

Menurut IDMC, perang di Ukraina memicu hampir 17 juta pengungsian tahun lalu. "Konflik dan kekerasan memicu 28,3 juta pengungsi internal di seluruh dunia, angka ini tiga kali lebih tinggi dari rata-rata tahunan selama satu dekade terakhir," katanya.

Sebagian besar pengungsi tahun lalu, 32,6 juta, disebabkan oleh bencana termasuk banjir, kekeringan dan tanah longsor.

"Konflik dan bencana digabungkan tahun lalu untuk memperburuk kerentanan dan ketidaksetaraan yang sudah ada sebelumnya, memicu perpindahan dalam skala yang belum pernah terlihat sebelumnya," kata Sekretaris Jenderal Dewan Pengungsi Norwegia, Jan Egeland, yang mendirikan IDMC pada tahun 1998.

Krisis Pangan

Menurut dia, perang di Ukraina juga memicu krisis keamanan pangan global yang paling parah menimpa para pengungsi internal. Badai sempurna ini telah menggerogoti kemajuan bertahun-tahun yang dibuat dalam mengurangi kelaparan dan kekurangan gizi global.

Terkait dengan masalah pengungsi ini, beberapa waktu lalu United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Badan PBB untuk Urusan Pengungsi, memuji pemerintah Indonesia atas izin pendaratan, yang diberikan kepada 105 orang (8 pria, 50 wanita, 47 anak-anak) pengungsi Rohingya yang telah beberapa hari terombang ambing dalam kapal di perairan dekat Aceh, Indonesia.

Kapal yang berpenumpang mayoritas wanita dan anak-anak itu telah berada di laut dengan kondisi yang berbahaya selama tiga minggu. Kapal yang rusak dan tidak layak berlayar tersebut pertama kali terlihat di perairan dekat Bireuen, sebelah utara Aceh, pada tanggal 26 Desember 2021.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top