Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
gagasan

Pengukuran Kemiskinan

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Sisanya sebesar 5,3 bekerja di sektor industri kecil dengan upah rendah. Kemudian, 14,6 persen tidak bekerja, dan 29 persen lainnya bekerja di sektor informal. Dari sisi pendidikan, sekitar 80,8 persen kepala rumah tangga rendah (maksimal tamat SD) dengan jumlah anggota rumah tangga mencapai 5 orang. Menjadi lebih menarik ketika mengikuti kolom perspektif Koran Jakarta pada hari yang sama, Jumat (6/10/2017), berjudul "Saatnya Fokus pada Pertanian."

Dengan melihat karakteristik dan dimensi si miskin, penguatan sektor pertanian di satu sisi akan meningkatkan kedaulatan pangan sekaligus mengangkat kesejahteraan kelompok yang dominan dalam kemiskinan, yakni petani gurem. Belum lagi jika dikaitkan dengan perkembangan upah buruh tani riil (mempertimbangkan nilai inflasi) selama September 2016 hingga Maret 2017 yang stagnan (naik 0,16 persen). Kembali pada pengukuran kemiskinan yang diulas R Wulandari, kriteria yang dimaksud merupakan pengukuran nonmoneter pada Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) tahun 2005 atau dikenal dengan kemiskinan mikro.

Dasar pengukuran ini diperlukan untuk program yang menarget langsung individu miskin dan rentan miskin (by name by address). Basis data ini selanjutnya dimutakhirkan pada tahun 2008, 2011, dan terakhir 2015 yang dikoordinasikan TNP2K. Ini lembaga yang dibentuk sebagai wadah koordinasi lintas sektor untuk menyelaraskan kebijakan percepatan penanggulangan kemiskinan. Perbaikan metodenya terus dilakukan. Lihat saja pada tahun 2015 diterapkan Forum Konsultasi Publik (FKP) serta penambahan karakteristik individu dan informasi pada akses terhadap kebutuhan dasar.

Terakhir, penanggulangan kemiskinan yang mengacu karakteristik dan dimensi si miskin menjadi tantangan menarik. Ini diharapkan mampu melanjutkan tren penurunan kemiskinan lebih cepat. Pengentasan kemiskinan tentu tidak bisa cepat. Perlu aksi konsisten, peran APBD, pembangunan infrastruktur yang merata. Kemudian dengan dana desa bukan tidak mungkin tujuan pertama SDG's akan tercapai lewat ukuran dan tahapan yang jelas.Oleh Wiji Nogroho

Penulis Bekerja di BPS Kabupaten Semarang

Komentar

Komentar
()

Top