Pengetatan Sektor Keuangan Perburuk Fiskal Negara Berkembang
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
Di tengah inflasi yang tinggi, pengetatan moneter yang agresif, dan ketidakpastian yang meningkat, penurunan saat ini telah memperlambat laju pemulihan ekonomi dari krisis Covid-19, mengancam beberapa negara, baik negara maju maupun berkembang dengan prospek resesi pada 2023.
Momentum pertumbuhan sebut laporan itu, melemah secara signifikan di Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan negara maju lainnya pada 2022 sehingga berdampak buruk pada ekonomi global lainnya melalui berbagai kanal.
Di AS, Produk Domestik Bruto (PDB) diproyeksikan hanya tumbuh 0,4 persen pada 2023 setelah perkiraan pertumbuhan 1,8 persen pada 2022. Sementara itu, negara ekonomi terbesar kedua dunia, Tiongkok diproyeksikan akan meningkat secara moderat pada 2023.
Dengan penyesuaian kebijakan Covid pada akhir 2022 serta melonggarkan kebijakan moneter dan fiskal, pertumbuhan ekonomi Tiongkok diperkirakan akan meningkat menjadi 4,8 persen pada 2023. Kondisi tersebut menunjukkan kalau pengetatan kondisi keuangan global, ditambah dengan dollar yang kuat, memperburuk kerentanan fiskal dan utang di negara-negara berkembang.
Sebagian besar negara berkembang melihat pemulihan berjalan lebih lambat pada 2022 dan terus menghadapi kelonggaran pekerjaan yang cukup besar. PBB memperingatkan bahwa pertumbuhan yang lebih lambat, ditambah dengan inflasi yang tinggi dan kerentanan utang yang meningkat, mengancam untuk lebih lanjut menghambat pencapaian yang diperoleh dengan susah payah dalam pembangunan berkelanjutan, serta memperdalam efek negatif dari krisis saat ini.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Vitto Budi
Komentar
()Muat lainnya