Penerapan AI Harus Mengutamakan Keselamatan Pasien
Chief of Technology Transformation Office, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Setiaji.
Foto: IstimewaJAKARTA - Penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) harus mengutamakan keselamatan pasien. Chief of Technology Transformation Office, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Setiaji meminta dokter tetap memposisikan diri menjadi penentu keputusan.
"Terutama dalam hal pertimbangan kemanusiaan serta etika medis, dan memposisikan AI sebagai pemberi rekomendasi diagnosis," ujar Setiaji, dalam keterangan resminya, Kamis (2/1).
Dia menjelaskan, integrasi AI juga harus memastikan bahwa penggunaan teknologi dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, tanpa mengabaikan pentingnya keahlian medis manusia. AI, menurutnya, dijadikan sebagai alat bantu yang mendukung dokter dalam membuat keputusan medis yang lebih cepat dan berdasarkan informasi yang ada.
"Integrasi AI ke dalam praktik klinis harus dilakukan dengan memprioritaskan etika dan keselamatan pasien," ucapnya.
AI menawarkan tingkat akurasi yang tinggi dalam melakukan diagnostik medis dan memberikan perspektif baru tentang bagaimana teknologi ini dapat diintegrasikan ke dalam praktik kesehatan di masa depan. Pemanfaatan teknologi AI diketahui mampu mengidentifikasi penyakit secara cepat berdasarkan gejala yang ada.
Setiaji menekankan, pentingnya melakukan penilaian kritis dalam memahami dan mengimplementasikan hasil penelitian terkait keakuratan AI untuk praktik medis sehari-hari di Indonesia. Menurutnya, hasil AI tidak dapat menggambarkan kompleksitas kasus yang dihadapi dalam praktik klinis, khususnya di Indonesia.
“Penting untuk mempertimbangkan metodologi penelitian yang dipakai oleh AI, termasuk jenis data yang diolah, program yang dijalankan, dan apakah sampel penelitian tersebut telah merepresentasikan populasi secara umum,” katanya.
Dia menekankan, interpretasi hasil penelitian AI harus memperhitungkan keragaman gejala yang dapat dimiliki oleh penyakit yang berbeda. AI mungkin tidak dapat menggantikan evaluasi medis individual yang komprehensif karena memerlukan interaksi langsung antara dokter dan pasien.
“Dokter memiliki kemampuan unik untuk menilai berbagai faktor yang mungkin memengaruhi kesehatan seseorang, seperti riwayat kesehatan, kondisi lingkungan, dan gaya hidup yang dijalani,” ucapnya.
Redaktur: Sriyono
Penulis: Muhamad Ma'rup
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Presiden Prabowo Pastikan Pembangunan IKN Akan Terus Berlanjut hingga 2029
- 2 Rilis Poster Baru, Film Horor Pabrik Gula Akan Tayang Lebaran 2025
- 3 Presiden Prabowo Meminta TNI dan Polri Hindarkan Indonesia jadi Negara yang Gagal
- 4 Tayang 6 Februari 2025, Film Petaka Gunung Gede Angkat Kisah Nyata yang Sempat Viral
- 5 Utusan Presiden Bidang Iklim dan Energi Sebut JETP Program Gagal
Berita Terkini
- Kegembiraan bagi Warga Yogyakarta dan Solo
- Perluas Layanan FMC XL Axiata Lakukan Fiberisasi BTS
- Ternyata Kode Ini yang Dipakai Pelaku Pesta Seks Sesama Jenis
- Kompolnas Desak Propam Periksa Kapolres Jaksel
- Donna Priadi Jadi Managing Director Kamar Dagang Amerika di Indonesia, Cetak Sejarah sebagai Pemimpin Indonesia Pertama