Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Kamis, 02 Jan 2025, 06:10 WIB

Peneliti Ungkap Bahwa Sifilis Berasal dari Benua Amerika

Foto: Rodrigo Nores

Hasil penelitian menunjukkan mikroba sifilis telah beredar di Amerika ribuan tahun sebelum terjadi kontak dengan orang-orang Eropa. Namun dari bukti DNA purba dari lesi tulang menunjukkan penyakit ini sebelumnya tidak menular secara seksual.

Asal-usul sifilis merupakan salah satu misteri epidemiologi yang paling abadi. Catatan sejarah pertama berasal dari tahun 1494, ketika wabah penyakit menular seksual yang merusak tubuh ini melanda Eropa. Ini terjadi setelah Christopher Columbus tiba di Amerika pada 12 Oktober 1492, dan kembali ke Eropa lalu kembali pada 1493, 1498, dan 1502.

Namun para ilmuwan terus berdebat selama berabad-abad mengenai apakah sifilis merupakan impor dari Amerika atau sudah beredar di Eropa sebelum Columbus kembali dari pelayaran pertamanya ke wilayah laut Karibia.

1735746837_eebb58133c38b1814b08.jpg

Foto : afp/ JOEL SAGET

Sekarang, bukti baru dapat membantu menutup misteri tersebut. Dalam sebuah makalah yang diterbitkan di Nature pekan lalu, para peneliti menggunakan DNA purba untuk menunjukkan bahwa wabah tersebut mungkin berasal dari Amerika.

Penyakit ini bergerak ribuan kilometer hanya dalam beberapa tahun dengan bantuan kapal-kapal Columbus yang kembali. Namun, penyakit tersebut kemungkinan belum berevolusi menjadi bentuk yang ditularkan secara seksual hingga saat kontak.

“Ini adalah makalah yang elegan,” kata paleopatologis Universitas Negeri Mississippi, Molly Zuckerman, yang tidak menjadi bagian dari tim peneliti. “Penulis melakukan pekerjaan yang luar biasa untuk mendapatkan kepastian yang hanya dapat diberikan oleh pekerjaan genomik kuno mengenai asal usul dan kemunculannya,” imbuh dia seperti dikutip dari laman science.org.

Baru-baru ini pada tahun 2020, para ahli genetika berpendapat bahwa DNA yang ditemukan dalam kerangka orang Eropa dari awal tahun 1500-an menunjukkan bahwa bakteri penyebab sifilis telah ada di Eropa selama ini. “Orang-orang menjadi sangat bersemangat tentang asal usul sifilis,” kata Zuckerman.

Sejak awal wabah di Eropa, sifat sifilis yang ditularkan secara seksual dan gejala fisik yang jelas membuatnya memiliki reputasi yang sangat negatif. Kasus pertama yang diduga di Eropa terjadi pada tahun 1494, ketika Raja Prancis Charles VIII menyerbu Italia dengan memimpin pasukan tentara bayaran dari seluruh benua.

Catatan sejarah melaporkan penyakit baru yang melanda kamp-kamp tentara yang penuh sesak, membuat ribuan tentara cacat dan lemah.  Ketika perang berakhir pada tahun 1495, para tentara bayaran pulang ke rumah, membawa serta infeksi menular seksual tersebut.

Pada tahun 1500, kasus sifilis yang ditandai dengan luka kulit di wajah dan alat kelamin yang membuat orang yang terinfeksi merasa terstigma dilaporkan di seluruh Eropa. “Penyebarannya sangat cepat dan amat menghancurkan,” kata ahli arkeogenetika Universitas Basel, Kerttu Majander, yang tidak terlibat dalam penelitian baru tersebut.

Mereka yang menderita biasanya ingin menyalahkan negara-negara pesaing. Orang Inggris menyebutnya cacar Prancis, dokter Polandia menyebutnya penyakit Jerman.

Pada tahun 1530, orang Eropa berspekulasi bahwa penyakit itu mungkin diimpor dari Amerika. Mereka mengaitkan penyebarannya yang ditularkan secara seksual dengan gagasan yang tidak akurat dan rasis tentang gaya hidup penduduk asli yang cabul.

“Kita telah melihat sifilis digunakan berulang kali sebagai alat selama berabad-abad untuk menjelek-jelekkan dan menstigmatisasi komunitas yang terpinggirkan secara sosial,” ujar Zuckerman. “Itulah narasi yang mendominasi,” imbuh dia.

Stigma Sosial

Penyakit ini tetap menjadi bahaya kesehatan utama dan stigma sosial selama berabad-abad, hingga munculnya antibiotik untuk mengobatinya. Penyakit ini telah kembali merajalela dalam beberapa tahun terakhir, dengan kasus yang dilaporkan meningkat secara signifikan dan jenis yang resisten terhadap antibiotik menimbulkan tantangan terhadap pengobatan.

Dalam studi baru mereka, tim internasional mencari DNA dari jenis Treponema pallidum, bakteri yang bertanggung jawab atas sifilis, di lusinan kerangka dari koleksi museum di Amerika. Mereka berfokus pada sisa-sisa yang diberi tanggal radiokarbon berusia 500 tahun atau lebih dan dengan lesi seperti spons yang merupakan ciri khas infeksi T pallidum yang parah.

Sesuai dengan hukum negara tempat sampel berasal, mereka meminta izin dari museum, otoritas warisan nasional, dan dalam beberapa kasus masyarakat pribumi setempat. Hal ini dilakukan untuk dapat mengebor sejumlah kecil tulang yang penuh penyakit untuk dianalisis.

Hanya segelintir sisa-sisa yang menghasilkan genom T pallidum: dua individu dari Meksiko, dan masing-masing satu dari orang-orang yang tinggal di Cile, Argentina, dan Peru, pada milenium sebelum kontak Eropa dengan Amerika. Hasilnya tulang tersebut memiliki lesi khas yang disebabkan oleh sifilis.

Tidak ada sampel yang benar-benar cocok dengan sifilis modern atau kerabat dekatnya, penyakit yang disebut bejel dan yaws yang juga disebabkan oleh varian T pallidum tetapi tidak menular secara seksual. Namun, DNA sampel tersebut cukup dekat dengan varian modern dan satu sama lain untuk merekonstruksi pohon keluarga penyakit.

“Kami menemukan garis keturunan leluhur dari infeksi saat ini,” kata Rodrigo Nores, seorang paleogenetika di Dewan Riset Ilmiah dan Teknis Nasional Argentina dan salah satu penulis makalah baru tersebut.

Dengan membandingkan kecepatan evolusi strain ini, dan mencatat penyebaran geografisnya dari Peru ke Meksiko, tim tersebut memperkirakan semua varian memiliki nenek moyang yang sama paling lama 9000 tahun yang lalu-jauh setelah manusia meninggalkan Eurasia dan mulai menyebar ke seluruh Amerika.

“Itu ada di Amerika sebelum penaklukan Eropa,” ucap Nores. “Tampaknya itu adalah bakteri yang berevolusi di benua Amerika, dengan keragaman genetik yang besar,” sambung dia.

Namun, bertentangan dengan narasi Eropa awal, strain bakteri T pallidum yang beredar di Amerika sebelum kontak mungkin tidak menyebabkan gejala seperti sifilis atau menyebar secara seksual. Dengan menggabungkan genom yang baru diurutkan dengan sampel dari tahun 1500-an yang diterbitkan sebelumnya, penulis menyarankan bakteri tersebut mengalami lompatan evolusi sekitar tahun 1500.

Dari evolusi tersebut kemungkinan bermutasi menjadi bentuk yang ditularkan secara seksual. Waktunya diperkirakan tepat sebelum atau setelah tahun 1492, waktu saat Columbus tiba di Amerika dan kembali ke Eropa.

“Apa yang kita sebut sifilis muncul tepat di sekitar periode kontak,” kata rekan penulis Kirsten Bos, seorang ahli genetika di Institut Max Planck untuk Antropologi Evolusi. Namun, beberapa peneliti menunjukkan bahwa hanya ada sedikit sampel dari Amerika dan tidak ada dari Afrika atau Asia yang dapat membantu menyusun sejarah panjang bakteri tersebut.  hay/I-1

Redaktur: Ilham Sudrajat

Penulis: Haryo Brono

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.